Satu ketika saya pernah memiliki kesimpulan penting tentang hidup saya, bahwa saya sudah mampu memahami rahasia dunia, saya mengetahui logika-logika dunia, sehingga saya mampu membaca hikmah-hikmah dari peristiwa-peristiwa didalamnya, sehingga mampu mengetahui respon apa yang sepatutnya dilakukan. Tetapi kini pemahaman saya semakin dalam, karena meski saya mampu memahami logika dunia tetapi seringkali saya belum mampu menyikapinya dengan tepat. Saya masih belum bisa merubah pemahaman itu menjadi kekuatan ikhlas untuk menyikapi peristiwa-peristiwa dunia, khususnya yang berkaitan dengan diri dan harapan saya. Singkatnya, saya tahu sikap apa yang harus diambil, tetapi tidak mampu melakukannya.
Begitu beratkah? Berat tidaknya itu relative. Seberapa berat sih kelopak mata, tetapi ketika mengantuk, kelopak seremeh itu bebannya begitu berat. Begitu juga, sikap-sikap benar yang patut dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu dalam hidup, boleh jadi ia seremeh kelopak mata itu, tetapi ketika nafsu dan ujian tengah meninggi, maka sikap-sikap benar itu menjadi begitu sulit untuk dilakukan. Mungkin itu sebabnya banyak manusia baik tidak cukup mampu menjaga kebaikannya sepanjang waktu.
Ada yang mengatakan memahami rahasia dan logika dunia sama dengan memahami rahasia diri dan hati. Karena semua yang terjadi di hamparan dunia akan menjadi kesan yang dicerna dalam akal, dan kemudian hatilah yang memutuskan untuk bersikap seperti apa. Hubungan antara akal dan hati begitu eratnya. Informasi yang masuk pada keduanya begitu beragam, baik secara intensitas dan kedalaman maupun secara kualitas dan kuantitas. Oleh sebab itu, penyikapan yang keluar dari hati juga sangat bergantung pada kualitas hati dalam memproses semua informasi yang ada.
Dengan demikian, menjadi sangat penting melakukan usaha-usaha meningkatkan kualitas hati, membersihkan hati dari berbagai jenis kotoran. Karena pada tahapan selanjutnya, kebersihan hati inilah yang akan menentukan apakah akal akan selalu konsisten dengan kewarasan yang benar. Dengan hati yang tidak begitu baik, sulit menjaga agar akal selalu sehat dalam mencerna berbagai logika. Apalagi ketika factor eksternal diluar diri tidak lagi menggunakan rasionalitas yang benar.
Manusia memang begitu rumit, tetapi ia memiliki potensi untuk menyederhanakan diri dan semua yang melekat pada dirinya. Tuhan sudah menyediakan dunia dengan segala fasilitas yang cukup, juga dengan hukum-hukum peristiwa dan kejadian yang tetap. Manusia tinggal menjalaninya, menggunakan semua kemampuan yang juga telah dibekalkan dalam dirinya. Tetapi mengapa dunia terlihat begitu berat? Lihat saja berita-berita dunia, kemiskinan, pengangguran, kerusuhan, peperangan, konflik politik, kesenjangan dan krisis ekonomi. mungkinkah semua masalah itu bermula dari hati?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar