Selasa, 28 Agustus 2007

Sampai-Sampai Allah Merasa Heran Kepada Sembilan Orang

Aku heran kepada orang yang percaya terhadap pastinya maut,
tetapi ia masih sombong dan membanggakan diri.

Aku heran terhadap orang yang mengetahui hari perhitungan,
tetapi ia masih sibuk menumpuk-numpuk harta.

Aku heran terhadap orang yang faham bahwa ia pasti masuk lubang kuburan
tapi ia masih sanggup tertawa terbahak-bahak.

Aku heran kepada orang yang yakin terhadap hari akhirat,
tetapi ia masih berpanjang-panjang dalam kesenangan dan lalai.

Aku heran kepada orang-orang yang mengerti bahwa dunia ini fana,
tapi ia masih terus saja menambatkan hati kepadanya.

Aku heran kepada orang yang pintar bicara,
tetapi bodoh di dalam menyelami pengertian.

Aku heran kepada orang yang hari-harinya habis untuk membicarakan aib orang lain, tetapi ia lupa melihat cacatnya sendiri.

Aku heran kepada orang yang sadar bahwa aku memperhatikan tingkah lakunya kapan dan dimanapun saja, tetapi tetap saja ia durhaka.

Aku heran kepada orang yang tahu bahwa ia akan mati sendirian dan masuk kuburan sendirian, tapi masih saja ia menggantungkan kebahagiaan kepada senda gurau dan main-main dengan banyak orang.


Quoted by Redaksi from :
Emha Ainun Nadjib: "Isyarat Zaman (1): Allah Merasa Heran", Kanjeng
Production dan Studio21.

Minggu, 19 Agustus 2007

Supply Side Rigidity


Kemampuan sektor panawaran yang tidak dapat merespon permintaan menyebabkan:
• Infllasi
• Tingkat (volume) ekonomi lebih rendah dari potensinya
• Masalah unemployment tidak terpecahkan dengan baik
• Mengganggu keseimbangan/efisiensi ekonomi
• Un-disbursement loan/excess liquidity

Penyebab
• Supply sector inefficiency;
– Regulasi; tax, insentif
– Hoarding
– Production cost; wages, raw material, etc
– Birokrasi; retribusi, pungli, korupsi
– Regulasi; investasi, perburuhan, pertanahan
• Systemic obstacles/money concentration;
– Preferensi portfolio keuangan; saham, pasar uang etc
– Return tetap; bunga

Supply Sector Inefficiency
Ketidakberesan mekanisme yang ada pada sektor penawaran, baik yang ada pada aspek pelakunya, kelancaran proses maupun regulasi dan kebijakan, membuat respon penawaran tidak pada tingkat yang sepatutnya.

Systemic obstacles/money concentration
• Keberadaan bunga yang bersifat fixed pre-determined return dan menjadi variabel sentral kebijakan moneter cenderung menjadi “competitor” bagi sektor riil untuk bisa menarik dana pemilik modal. Kondisi ini membuat sektor moneter dengan tingkat bunganya yang tidak hanya memiliki kelebihan harga yang menarik tetapi juga tingkat risiko yang rendah.
• Aktifitas spekulasi ternyata juga mampu mempengaruhi


Kondisi supply side rigidity menggunakan model keseimbangan umum di samping, dapat juga diinterpretasikan bahwa respon penawaran yang kecil diakibatkan investasi disektor riil tidak pada tingkat yang semestinya atau uang beredar tidak sepenuhnya berada di sektor riil. Jika ekonomi diasumsikan seperti konvensional, maka jelas alasan bahwa aktifitas keuangan (moneter) menarik potensi investasi dan uang beredar ke pasar keuangan. Sehingga selisih antara realisasi penawaran, investasi dan uang beredar yang ada disektor rill dengan tingkat yang seharusnya adalah jumlah potensi yang masuk ke pasar keuangan. Hal inilah yang menjadi penjelasan dari alasan faktor sistemik yang menyebabkan inflasi. Terapi yang sangat tepat dilakukan tentu saja merubah sistem dengan menutup segala kemungkinan potensi investasi dan uang tertarik ke pasar yang tidak produktif (keuangan).

Sistem Keuangan Dunia: Pengantar

Sistem keuangan dunia atau mayoritas di perekonomian semua negara didunia ini menganut sistem berbasis bunga. Dalam ruang lingkup domestik tercipta sebuah sistem keuangan yang menitik beratkan pada kebijakan ekonomi menuju keseimbangan menggunakan instrumen bunga., sehingga bunga menjadi variabel vital dalam penyusunan kebijakan ekonomi baik moneter maupun fiskal. Pada ruang lingkup dunia, perekonomian berbasis bunga membentuk corak interaksi keuangan menjadi khas. Dari perspektif kritis, bunga membuat sistem keuangan dunia menjadi pincang, dimana negara-negara miskin dan berkembang harus terus tergantung secara financial kepada negara maju. Sifat pre-determined return yang dimiliki bunga akan membuat prilaku para pemegang kapital cenderung menggunakan uangnya sebagai alat untuk men-generate pendapatan melalui sektor financial daripada mendapatkan keuntungan melalui aktifitas produktif disektor riil. Kecenderungan ini pada tingkat negara semakin memperdalam kepincangan financial dunia. Negara – negara maju menjadi korban debt adicted, sementara negara – negara miskin dan berkembang tak pernah bisa bebas dari jeratan utang yang terus menggelembung.

Kecenderungan globalisasi yang mengedepankan peran korporasi swasta dalam pengaturan perekonomian, terlihat juga dalam sistem keuangan. Menyerahkan kekuasaan ekonomi pada kekuatan pasar berarti menyerahkan arah kebijakan ekonomi khususnya keuangan kepada para CEO – CEO institusi keuangan besar dunia. Sudah menjadi pemahaman umum, bahwa pasar keuangan begitu rentan diintervensi oleh berbagai kepentingan. Kepentingan-kepentingan yang memanfaatkan sensitivitas pasar keuangan terhadap informasi atau bahkan sekedar rumor. Sehingga penciptaan sebuah informasi yang cenderung bersifat asimetris yang sebenarnya merefleksikan sebuah ketidak-transparannya pasar, menjadi lumrah dalam pasar keuangan. Dan akhirnya, melalui kelemahan ini pemain-pemain pasar keuangan memperoleh peluang untuk mendapatkan keuntungan.

Dalam perspektif lain, Joseph E. Stiglitz menjelaskan kecenderungan yang sama . Stiglitz mengungkapkan bahwa pergeseran corak ekonomi kapitalisme modern dari pertanian kepada manufaktur dan dari manufaktur kegagasan (ditandai dengan munculnya industri-industri maya (dotcom industry) yang membuat wajah dan akselerasi pertumbuhan perekonomian ada pada tingkat yang lebih lanjut, membuat faktor informasi menjadi pusat perhatian aktifitas ekonomi modern. Dengan demikian, siapa yang menguasai informasi merekalah yang berkuasa di pasar, merekalah yang akan menikmati kue profit yang terbesar. Kemudian dengan globalisasi yang bersenjata privatisasi, informasi kemudian dikendalikan para pelaku-pelaku pasar yang berorientasi profit. Dan demi profit mereka melakukan segala hal untuk bisa menguasai informasi, bahakn sampai memanipulasi informasi yang ada, baik dengan memutarbalikkan informasi atau menciptakan informasi yang salah bagi pasar.

Pada akhirnya di sektor financial kepentingan profit yang menjadi motif konsisten bagi para pelaku di pasar financial menghambat kepentingan kolektif yang menginginkan kestabilan sistem keuangan. Kontradiksi ini terlihat jelas dalam kecenderungan mekanisme perekonomian khususnya keuangan dunia modern.

Dengan karakteristik pasar modern yang ada saat ini, pada hakikatnya kejujuran menjadi nilai yang vital dibutuhkan oleh pasar dalam menciptakan sebuah mekanisme pasar yang sehat dan membangun. Karena baik menjaga agar informasi pasar tetap selalu transparan maupun informasi tersebut benar adanya, diperlukan satu nilai kejujuran. Namun prilaku yang jujur harus berhadapan dengan kepentingan profit, dimana keduanya tidak selalunya satu arah dengan tujuan kejujuran seiring dengan perkembangan usaha. Interaksi keduanya inilah yang kemudian membuat wajah ekonomi Klasik yang mendewakan kekuatan pasar tercoreng, karena teori mereka tidak pernah memiliki fakta dalam perekonomian. Yang abadi terjadi adalah asimetris informasi, tidak transparan, misalokasi produksi, dan tidak meratanya distribusi sumber daya.

Apa obat konvensional melihat permasalahan ini? Secara sistemik konvensional tidak memiliki spesifik obat untuk permasalahan ini. Paradigma mekanisme pasar yang menuju pencapaian kepuasan pribadi yang maksimal menggunakan nilai-nilai ego manusia, membuat konvensional tidak memiliki daya tahan secara sistemik mengatasi masalah ini.

Sementara Islam memiliki limitasi sistem yang cenderung menjadi alat untuk mencegah kecenderungan permasalahan di atas muncul. Diantaranya adalah ketentuan pelarangan riba dan judi atau spekulasi. Selain itu Islam memiliki landasan nilai dan norma berupa akidah dan akhlak yang secara awal telah membentengi sistem dengan prilaku pelaku-pelakunya (muslim) yang seiring dengan sistem ekonominya. Bab ini ingin menjelaskan seperti apa prinsip syariah ini mampu mengatur aktifitas ekonomi tanpa perlu berefek samping seperti yang telah dijelaskan diatas. Selain itu selanjutnya akan dijelaskan urgensi absensi riba dan spekulasi dalam perekonomian serta alternatif konsep keuangan Islam.

Senin, 13 Agustus 2007

Fiqh Madzhab Pasar

Industri perbankan syariah yang tengah tumbuh ditengah-tengah lingkungan industri keuangan konvensional memiliki berbagai tantangan (jika tidak ingin dikatakan hambatan), diantaranya:

1. Pasar yang bercampur menyebabkan motivasi bertransaksi pun akan didominasi oleh motif profit maximization (konvensional), sehingga nasabah perbankan syariah cenderung memiliki karakter floating customers.
2. Dengan usia industri yang masih sangat muda dan tantangan yang dihadapi seperti poin pertama serta desakan pencapaian size industri sesuai potensi pasar (populasi muslim yang begitu besar), membuat arah dan kebijakan pengembangan, baik di sisi praktisi maupun regulator, menghadapi konflik 2 kepentingan; idealism driven dan market driven.
3. Fleksibilitas hukum syariah ternyata dapat diinterpretasikan sebagai pembenaran untuk mengikuti kemauan pasar dibandingkan sebagai pedoman dari kemanfaatan dari konsep syariah.
4. Keputusan hukum syariah berupa fatwa bagi produk-produk bank syariah lebih didominasi oleh pertimbangan hukum yang mencari kesimpulan boleh dan tidak boleh diaplikasikannya sebuah produk. Padahal pertimbangan hukum tadi sepatutnya juga melihat analisa implikasi ekonomi, baik makro maupun mikro, sehingga fungsi hukum syariah sebagai pedoman untuk memelihara kemashlahatan dan kemanfaatan akan selalu terjaga.

Memang diperlukan kebijaksanaan dari semua pihak khususnya otoritas fatwa dalam memandang semua sisi industri perbankan syariah nasional ini; lingkungan, karakter pasar, tingkat sosialisasi, struktur ekonomi dan lain-lain. Semoga Allah SWT terus mencurahkan petunjuk dan kasih sayang-Nya. wallahu a'lam bishawab.

Rabu, 08 Agustus 2007

Kebijakan Moneter

Konsentrasi uang yang terjadi akibat sebuah kebijakan moneter dalam konsep konvensional ditujukan memang menahan laju konsumsi dengan menekan jumlah uang beredar ditengah-tengah masyarakat dengan menaikkan suku bunga sehingga inflasi juga diharapkan terkendali (turun).

i naik --> Ms turun --> C turun (AD turun) --> inflasi turun (P harga turun?)

Sementara, dalam konsep Islam konsentrasi uang lebih dilihat sebagai sebuah kecenderungan sistem moneter jika sistem tersebut beroperasi berdasarkan bunga. Eksistensi bunga membuat sejumlah uang memiliki harga (kepastian return) yang selanjutnya membentuk preferensi tersendiri bagi pemilik-pemilik uang. Preferensi untuk meletakkan uang mereka di sektor yang lebih memastikan keuntungan ini tentu saja mempengaruhi mereka untuk meletakkan uangnya di sektor produktif barang dan jasa (sektor riil). Implikasi dari kecenderungan preferensi ini adalah menurunkan supply barang dan jasa, yang berakhir pada kecenderungan kenaikan harga (inflasi).

eksistensi i --> Ms (sektor riil) turun --> Investasi (riil) turun --> AS turun --> inflasi

Kedua teori diatas sebenarnya tidak kontradiktif, konvensional melihat transmisi kebijakan moneter melalui sisi demand, sementara Islam melihat dari sisi supply. Namun pada dasarnya kebijakan moneter konvensional belum memastikan turunnya harga namun boleh jadi memang menurunkan inflasi (tetapi inflasi tetap ada!). Dengan demikian, dapat disimpulkan secara sederhana kebijakan moneter konvensional mungkin tidak akan pernah mencapai sasarannya untuk menurunkan harga, namun hanya sekedar mengendalikan laju inflasi. Dengan bunga (bahkan bunga dijadikan alat kebijakan) inflasi tetap menjadi kemustian sistem ekonomi. wallahu a'lam bishawab.

Alhamdulillah

Alhamdulillah, anggota keluarga kami bertambah satu lagi. Tepatnya pukul 18.01 WIB tanggal 7 Agustus 2007 lahir amanah baru dari rahim istriku tercinta. Amanah yang juga bermakna cinta Tuhanku bagi kami semua. Kepercayaan yang semakin bertambah, yang juga meminta kesadaran kami untuk selalu ingat pada kebesaran dan kekuasaan Tuhan.

Senin, 06 Agustus 2007

Relevansi IS-LM


Keseimbangan umum dalam ekonomi selama ini dikenal sebagai kondisi keseimbangan antara dua pasar utama dalam ekonomi, yaitu pasar riil (barang dan jasa) dan pasar moneter (keuangan). Indicator (harga) utama dari keseimbangan umum ini adalah bunga. Keseimbangan umum ini menjadi tidak aplikatif (relevan) jika dijadikan rujukan dalam Islam. Alasan utama mengapa jenis keseimbangan umum ini tidak relevan adalah prinsip hukum (syariah) Islam yang melarang praktek bunga dalam ekonomi, karena bunga dikategorikan sebagai riba dalam Islam. Absensi bunga ini tentu membuat salah satu pasar utama dalam perekonomian konvensional, yaitu pasar moneter menjadi tidak relevan dalam pembahasan keseimbangan umum ekonomi Islam.

Terlebih lagi ada beberapa kelemahan yang memang melekat dalam penjelasan keseimbangan umum ekonomi konvensional, terutama kelemahan yang ditunjukkan oleh ketidak-konsistenan definisi dan peran bunga dalam pasar. Beberapa kelemahan tersebut diantaranya adalah:
1. Bunga sebagai harga pergerakan nilainya cenderung ditentukan yaitu merujuk pada penentuan suku bunga (interest free risk rate) oleh otoritas moneter, padahal sebagai harga sepatutnya bunga bergerak ditentukan oleh kekuatan pasar.
2. Bunga pada pasar barang (I) lebih berperan sebagai credit rate, sedangkan bunga pada pasar moneter (Md) berperan sebagai saving rate. Padahal tidak pernah ada kondisi dimana credit rate sama dengan saving rate. Sehingga konsep tingkat bunga keseimbangan (ie) menjadi dipertanyakan definisinya atau relevansinya secara luas. Tingkat bunga keseimbangan tidak mewakili apa – apa kecuali sebuah asumsi saja.
3. Bunga sebagai credit rate yang tinggi menghambat uang mengalir ke pasar barang (menciptakan barang & jasa), bunga sebagai saving rate yang tinggi mendorong uang menumpuk di sektor moneter (money creation & concentration).

Dari analisa ini, diketahui secara teori model keseimbangan umum konvensional memiliki kelemahan, dimana model tersebut tidak menggambarkan keadaan apa yang sebenarnya terjadi di pasar. Kecenderungan bunga yang menggelembungkan jumlah uang (money creation) dan konsentrasi uang pada pemilik – pemilik dana (money concentration) tidak bias digambarkan oleh model ini. Padahal kecenderungan tersebut memiliki arah kepada ketimpangan sektoral antara moneter dan riil. Atau pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa bunga pada dasarnya memiliki implikasi yang yang kontradiktif dengan prinsip – prinsip keseimbangan yang diinginkan oleh model ekonominya. Hal ini juga yang kemudian menjadi salah satu alasan mengapa bunga diyakini begitu berbahaya bagi perekonomian. Oleh sebab itu konsep keseimbangan umum ekonomi sepatutnya harus diletakkan pada definisi yang sebenarnya. Konsep keseimbangan umum ekonomi harus memiliki model yang secara valid mewakili definisinya. Untuk itulah Ekonomi Islam hadir memberikan jawaban atas permasalahan ini. Konsepsi Islam sebaiknya tidak dipandang sebagai sebuah konsep turunan dari kefanatisan atas sebuah keyakinan, tapi betul – betul sebuah konsep yang dilatarbelakangi oleh alasan ilmiah yang melekat padanya kebenaran. Karena kebenaran merupakan ciri – ciri dari suatu ilmu pengetahuan yang bermanfaat.

Jumat, 03 Agustus 2007

AL AQSA


Puncak dari segala obsesi kehidupan, pusat dari semua kerinduan dan hakikat dari setiap perjuangan serta pengorbanan kini berujud pada eksistensi Masjid Suci Al Aqsa. Tidak bisa hati tak mengharubiru, air mata tak mengalir, jiwa dan raga tak bergetar menahan geram, ketika melihat, mendengar, merenung tentang nasib Masjid Suciku itu nun jauh di sana.
Wahai Tanah Suci para Nabi, semoga Allah kuatkan hati dan tekad, akal dan semangat kami untuk berkumpul dalam barisan pasukan tentara Tuhan di atasmu, di tengah debumu, di hamparan horisonmu. Kami akan membebaskanmu.
Obsesiku, kerinduanku, juga haru biru hatiku selalu untukmu...

Kamis, 02 Agustus 2007

Pengorbanan

Dalam berinteraksi dengan aktifitas ekonomi/keuangan/perbankan syariah ternyata banyak orang Islam memiliki pola pikir sama dengan golongan ummat Rasulullah dulu ketika mereka kalah dalam perang Uhud. Mereka ketika itu mulai ragu dengan kerasulan Nabi, akibat kekalahan perang. Mereka berfikir seorang Rasul tidak akan pernah kalah perang. Padahal boleh jadi itu hanyalah sebuah cobaan bagi mereka karena Tuhan ingin membedakan diantara mereka mana yang kokoh keimanannya dan mana yang tidak.

Nah begitu juga dalam "perang" di perbankan syariah. Masih banyak ummat Islam yang selalu berfikir bahwa perbankan yang menggunakan prinsip-prinsip syariah sepatutnya lebih murah dan mudah pembiayaannya atau lebih tinggi keuntungannya (bagi hasil) pada simpanan/investas. Padahal boleh jadi industri belum lagi efisien, skala ekonomi belum maksimal, kualitas SDM belum optimal, atau boleh jadi hal ini juga dimaksudkan Tuhan sebagai ajang membedakan mana mereka yang mau berjuang dan mana yang mau "enak-enaknya" saja.

MISKIN



Miskin menjadi gaya hidup? Kenapa tidak. Sudah pernah ada sekelompok manusia yang menjadikan kemiskinan sebagai sebuah gaya dalam mengarungi hidup dan kehidupan. Berbagai macam alasan menjadi latar belakang dari gaya hidup miskin, dari rasa tawadhu yang amat sangat, kekhawatiran pada tanggung jawab di hari akhir, kezuhudan terhadap kemegahan harta sampai alasan tidak ingin mengambil risiko dari beratnya godaan memiliki harta atau sekedar hanya ingin menjadi golongan pertama yang dapat masuk SYURGA. Tetapi kalimat yang saat ini lebih berkumandang adalah "kefakiran itu dekat dengan kekufuran", yang akhirnya menjadi justifikasi terhadap tabiat-tabiat serakah di diri segelintir manusia, dan akhirnya keserakahan menjadi gaya hidup yang terkesan semakin anggun dan canggih.