Minggu, 22 November 2009

Perbankan Syariah 2009 - 2010: Pesimis/Optimis?


Mencermati data perkembangan perbankan syariah nasional, hati saya sangat pesimis, mengingat angka perkembangannya sepanjang tahun 2009, boleh jadi, akan menjadi angka pertumbuhan terendah selama ini. Kinerja keuangan perbankan syariah juga menunjukkan angka yang kurang bisa membuat kita tersenyum, misalnya angka NPF yang relatif meningkat dan posisinya melebihi rata-rata nasional pada hampir semua sektor ekonomi, kecuali pertanian.

Hantaman krisis global pada perekonomian Indonesia, menjadi dalih utama menjawab pertanyaan; mengapa bisa begitu? Tapi apa dalih ini cukup membuat kita berlepas tangan dari capaian "pas-pasan" tahun 2009 ini? Meskipun pencapaian pertumbuhan perbankan syariah 2009 ini masih jauh di atas pencapaian pertumbuhan perbankan umum secara nasional, tetapi tetap saja trend pertumbuhannya ada pada trek penurunan.

Harapannya 2009 menjadi tahun perbankan syariah ada di dasar siklus bisnis, dan artinya 2010 harus menjadi tahun bangkitnya perbankan syariah nasional. tahun 2010 akan menjadi tahun yang memberikan bukti apakah perbankan syariah mampu mengambil momen-momen pengembangan.

Apa itu? Krisis keuangan global sepatutnya menjadi angin segar bagi percepatan keuangan syariah termasuk Indonesia. Disahkannya UU No. 42 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seharusnya menjadi milestone bersejarah bagi tumbuh dan berkembangnya perbankan syariah nasional pada tingkat yang lebih tinggi.

Selain itu, suhu politik pasca Pemilu seharusnya membuat tensi sektor riil meningkat lebih baik, akibat kepastian usaha, arah kebijakan pemerintah telah jelas terlihat serta kondisi makro lebih mapan terwujud. Kondisi ini harusnya membuat siklus bisnis perbankan syariah meningkat. Jadi 2010 seperti apa wajah perbankan syariah kita?

Berdasarkan analisis beberapa variabel makro dan kecenderungan industri, harapan-harapan diatas sangat mungkin untuk diwujudkan. Mulai bertambahnya Bank Umum Syariah (BUS) baru yang dimulai tahun 2008 seharusnya menjadi sinyal atas kepercayaan diri pada tahun 2010.

Momentum dikeluarkannya UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah telah menghasilkan 2 BUS baru; BRI Syariah dan Bukopin Syariah. Bagaimana tahun depan? Pada beberapa kesempatan pimpinan DPbS Bank Indonesia menyebutkan ada beberapa BUS baru yang akan muncul tahun 2009 sampai 2010, seperti Panin Syariah, Jabar-Banten Syariah, Victoria Syariah, BNI Syariah dan BCA Syariah.

Sementara itu untuk UUS, khabarnya OCBC NISP dan Sinar Mas tak lama lagi akan bergabung dalam "jama'ah" perbankan syariah. Sedangkan Maybank rencananya juga akan bergabung, meskipun khabar ini perlu ditabayun validasinya. Meskipun begitu perlu diketahui jumlah lembaga bank syariah memang harus menyusut juga akibat merger, likuidasi dan peralihan bentuk lembaga, seperti UUS Lippo syariah yang merger dengan Niaga menjadi UUS CIMB Niaga Syariah, UUS IFI harus tutup karena likuidasi dan UUS BEI yang tutup karena peralihan BEI menjadi lembaga bukan bank.

Tanda-tanda geliat industri juga diindikasikan oleh agresifnya perbankan syariah mengembangkan jaringan kantornya tahun ini dan tahun depan. Persaingan yang ketat, di level size bisnis juga SDM diharapkan membuat pertumbuhan perbankan syariah memasuki area "next level of growth".

Diluar analisis organik industri diatas, diharapkan industri ini mendapat mesin baru untuk tumbuh melalui kebijakan-kebijakan pemerintah, seperti adanya bank BUMN yang menjadi syariah atau keberpihakan pada Bank Syariah dalam pengelolaan perbendaharaan negara dan publik; misalnya pengelolaan eksklusif dana haji oleh bank syariah.

Hmmm... entah kapan ya... mimpi saya Bank Syariah menjadi trend setter industri perbankan terkait dengan size industri, pelayanan, produk, transparansi dan variabel lainnya dalam industri perbankan nasional.

Selasa, 17 November 2009

Ekonomi Islam dan Syurga

Syurga. Kata yang memiliki berbagai makna pada semua tingkatan emosi. Syurga adalah tempat yang menjadi cita-cita, tujuan atau bahkan obsesi. Syurga merupakan salah satu elemen konsep hidup yang meyakini keberadaan kehidupan setelah mati. Konsep yang melimitasi keinginan manusia dan membaginya menjadi dua orientasi; hidup dan mati. Syurga juga kemudian membuat kematian menjadi bagian yang penting dalam pengambilan keputusan-keputusan hidup.

Dalam ekonomi, syurga juga tidak bisa dikesampingkan. Meskipun kesannya memiliki hubungan yang sangat jauh, tetapi menggunakan kaca-mata ekonomi Islam, keberadaan syurga menjadi sangat penting dan vital. Dengan adanya syurga, orientasi dan motivasi berekonomi menjadi terdefinisikan dengan lebih jelas. Kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah (Tuhan) dalam aktifitas ekonomi menjadi memiliki alasan yang kuat dan rasional dengan wujudnya syurga.

Kenikmatan maha dahsyat yang ditawarkan oleh syurga yang bersifat kekal, menjadi “iming-iming” yang membuat manusia mematuhi segala persyaratan agar layak masuk syurga dalam hal ekonomi. Disiplin menyisihkan sebagian harta berupa zakat dan konsisten menjauhi riba menjadi persyaratan mutlak untuk dilayakkan mendapatkan sebidah lahan di syurga dengan segala fasilitanya.

Namun sangat disayangkan kebanyakan manusia tidak menggunakan logika-logika diatas. Syurga ditempatkan dilain sisi kehidupan, sehingga syurga seakan-akan dilupakan dalam aktifitas keseharian mereka. Syurga seakan-akan menjadi alasan yang terlalu berlebihan dalam ekonomi. Menyandingkan syurga dengan ekonomi dinilai terlalu memaksakan kondisi. Syurga terlalu sakral dan suci untuk dikait-kaitkan dengan kerja-kerja ekonomi, yang dipercayai sebagian manusia penuh dengan tipu daya dan muslihat.

Namun jejak-jejak keyakinan dan pengharapan pada syurga terlihat pada prilaku manusia. Lihat saja bagaimana kebanyakan manusia berusaha keras untuk mewujudkan syurga dalam hidup dan kehidupannya. Mereka membangun rumah, istana, kebun dan semua fasilitas hidupnya sedekat mungkin sama dengan obsesi syurga yang mereka persepsikan. Mereka ingin mewujudkan syurga dimuka bumi.

Namun yang menjadi masalah adalah dalam upayanya mewujudkan impian-impian itu di muka bumi, mereka tidak memperdulikan rambu-rambu yang diperkenankan oleh pemilik syurga. Yang nampak sangat jelas dari upaya itu adalah keserakahan.

Minggu, 15 November 2009

Ekonomi Islam: Sistem Sederhana untuk Manusia Sederhana

Pilar utama ekonomi yang disebutkan Tuhan dalam firman-Nya, yaitu jual-beli, mengindikasikan kesederhanaan bentuk sistem ekonomi dalam Islam. Jual-beli menjadi pedoman atau referensi pengembangan ekonomi dengan semua aktifitasnya. Jual-beli bahkan harus menjadi acuan atau ukuran dalam menilai konsistensi ekonomi dalam menjalankan prinsip-prinsip Islam.

Jual-beli menjadikan warna ekonomi begitu sederhana. Bahwa ekonomi harus bermuara pada aktifitas jual-beli, termasuk aktifitas pendukung ekonomi di sektor keuangan; investasi, menjadikan ekonomi tidak rumit dan kompleks. Bagi anda yang tidak suka berpikir rumit, mengenali transaksi ekonomi Islam mudah saja, lihat akhir transaksi, apakah ada jual-beli di ujung aktifitasnya.

Kompleksitas terjadi di perekonomian modern, karena ekonomi tidak concern terhadap underlying transaksi ekonomi. Ekonomi modern hanya memperhatikan prosesi-prosesi dan outlet-oulet "how make money more money". Akhirnya menggunakan konsep bunga dan spekulasi inovasi terjadi membabi-buta dengan "penerimaan pasar" (free market mechanism) sebagai wasitnya.

Dan kesederhanaan sistem ekonomi ini, ternyata pas sekali bagi manusia. karena manusia (Islam) yang diinginkan Tuhan adalah manusia yang sederhana pula, manusia yang 'ngga' muluk-muluk, manusia yang menjadikan ekonomi sebatas alat bantu dalam menunaikan tugasnya sebagai hamba Tuhan; beribadah semaksimal mungkin, semampunya, menggunakan semua yang dimiliki termasuk hartanya (kemampuan ekonominya).

Manusia sederhana itu menyadari sepenuh hati, bahwa kerja nafkahnya tidak hanya bergantung pada kemampuannya, tetapi ada kehendak Tuhan yang di sandari. begitulah, manusia sederhana yang menggunakan sistem ekonomi yang sederhana.

Rabu, 11 November 2009

Kemuliaan dan Kehinaan


Duhai saudaraku, pernahkah kita merenung barang sejenak keadaan kita nanti di padang mahsyar? Tempat dimana masing-masing manusia harus menghadapi maha sidang dari semua perkara dunia yang telah dilaluinya. Padang mahsyar adalah saat dimana kecemasan dan kegelisahan menjadi pengisi penuh benak semua orang. Bagaimana keadaanmu saat itu?

Tiba-tiba lintasan fikiran ini muncul di benak saya, tidak tahu kenapa. Pertanyaan selanjutnya yang menyentak adalah; siapkah kamu? Duh saudaraku, siapkah kita. Kalau saja pertanyaan yang muncul itu; keadaan apa yang kau inginkan nanti di padang mahsyar? Mungkin dengan mencoba merendahkan hati, saya ingin menjawab seperti ini.

Saya ingin di padang mahsyar lisan yang menjawab semuanya dengan jujur, tidak perlu minta tangan, kaki, mata atau jari-jemari. Kalau memang saya berdosa saya ingin akui itu, saya ingin saya yang menghinakan diri, saya tidak ingin diwakili oleh siapapun termasuk semua panca indera yang saya punya. Karena sayalah yang paling bertanggung jawab menjaga amanah badan ini. Karena boleh jadi pengakuan di padang mahsyar itulah kebaikan satu-satunya yang saya mampu lakukan.

Duhai saudaraku, lihatlah dunia saat ini, mungkin banyak yang mengutuki saudaranya yang lain atas perbuatan dosa dan maksiat mereka. Tetapi pernahkah kita bayangkan, boleh jadi itu hanya tontonan dari Tuhan, begitu mudahnya Allah hinakan seseorang. Tuhan hanya buka tabir aibnya pada sekelompok orang dan akhirnya disaksikanlah oleh seluruh alam.

Bagaimana jika Allah angkat tabir aib kita? Masih mampukah kita mengangkat tangan dan jari telunjuk untuk menuding-nuding kebusukan dan kehinaan seseorang? Duhai saudaraku, itu mungkin alasan Tuhan ajarkan pada kita doa shalat dimana diselipkan satu permintaan yang mungkin selama ini kita remehkan, yaitu doa duduk diantara dua sujud; ya Allah tutuplah aibku (...wajburni...).

Semua panca indera yang kita punya dari ujung rambut hingga ujung kaki boleh jadi sudah pernah bermaksiat, tapi ternyata manusia masih melihat kita sebagai manusia yang terhormat, hanya karena tabir aib kita tidak dibuka. Mari istighfar...

Selasa, 10 November 2009

Logika Langit dan Logika Bumi


Kombinasi kemampuan kerja (ikhtiar) dengan pertolongan Allah (tawakkal) dalam prinsip kerja manusia shaleh mencerminkan penyatuan logika bumi dan logika langit dalam rasionalitas mereka. Keyakinan pada kehendak Allah atas semua realita hasil kerja sama kuat dan sama pentingnya dengan kerja-kerja mewujudkan sesuatu.

Bahkan kehendak Allah telah memiliki rambu-rambu atau bahkan mekanisme dan arahan yang spesifik. Kehendak Allah itu bahkan sudah begitu vulgarnya, misalnya Beliau sudah janjikan bahwa barangsiapa yang membelanjakan hartanya di jalan Allah, Allah akan lipatgandakan rizkinya, barangsiapa yang menolong agama Allah Allah akan tolong dia dan masih banyak lagi.

Keyakinan pada Allah berikut kehendak dan janji-janji-Nya, sudah sepatutnya menjadi kekuatan manusia shaleh. Janji Tuhan harus menjadi logika yang sama shahihnya dengan logika dunia. Janji Tuhan bahwa sedekah melancar dan melipatgandakan rizki seharusnya menjadi keyakinan yang sama atau bahkan lebih besar dari keyakinan mendepositokan uang di bank syariah akan memberikan keuntungan bagi hasil.

Meyakini logika-logika langit memang membutuhkan energi ekstra. Karena keyakinan pada Tuhan dan percaya pada janji-janji-Nya membutuhkan kondisi hati dan jiwa yang spesial. Keyakinan ini merupakan hasil dari pelatihan dan tempaan pada hati dan jiwa.

Menurut saya keyakinan itu dapat diterima oleh seorang manusia dengan utuh ketika ia mampu memelihara kebersihan hati dan kecerdasan akal dengan baik. Dua modal ini menjadi syarat agar manusia menerima dengan lapang dada kehendak-kehendak Tuhan, dan kemudian ia jadikan pedoman dalam bekerja dan menyikapi hasil kerja.

Mengapa ini penting? Karena kerja-kerja kebaikan pada dasarnya kerja yang mengkombinasikan harapan manusia dan kehendak Tuhan. Oleh sebab itu, manusia tidak hanya fokus dan hanya bersandar pada usaha-usaha yang dilakukan, tetapi ia juga harus bersandar pada keinginan Tuhan. Karena manusia shaleh tahu betul bahwa hanya kehendak Tuhanlah yang terbaik bagi dirinya.

Ingat firman Tuhan dalam sebuah hadits Qudsi:

Wahai hamba-Ku engkau berkeinginan Akupun berkeinginan
Jika engkau tidak sandarkan apa yang engkau inginkan pada-Ku
Maka akan aku berikan kamu keletihan dan kesengsaraan
Jika engkau sandarkan apa yang engkau inginkan pada-Ku
Maka akan aku cukupkan apa yang engkau butuhkan
Sesungguhnya yang terjadi itu apa-apa yang Aku inginkan

Senin, 09 November 2009

Bisakah Riba Musnah?


Dalam seminar Fossei di Purwolerto, terlontar sebuah pertanyaan sederhana yang menuntut jawaban yang komprehensif dan meyakinkan. Pertanyaan itu: “apakah mungkin Riba hilang dari bumi Indonesia?” Anda sendiri mau menjawab seperti apa. saya yakin setiap anda memiliki versi sendiri-sendiri dalam merespon pertanyaan ini. Dan saya ingin menyampaikan opini saya terkait pertanyaan ini.

Ketika itu saya hanya menjawab singkat (karena waktu yang terbatas); dengan logika ekonomi menghapus riba sangat dimungkinkan, lakukan dengan menggunakan prinsip demand-supply, untuk menghilangkan peredaran suatu produk di pasar dapat dihilangkan dengan cara menghilangkan demand-nya, harapannya supply terhadap barang tersebut terhenti.

Menghilangkan riba sebagai sebuah produk pasar sepatutnya tidak dengan cara menciptakan produk subtitusi sebagai tandingan (competitor product), karena hakikatnya tak ada subtitusi produk kemaksiatan dalam pasar kebaikan. Meskipun begitu pendekatan inilah yang saat ini banyak ditempuh. Konsekwensinya adalah, banyak energi yang harus dikeluarkan untuk menciptakan produk tandingan, atau bahkan sedikit tak terkendali karena produk yang tercipta sekedar menduplikasi riba.

Sementara itu, jika strategi menghapus riba melalui mekanisme demand-supply yang diambil, diperlukan upaya-upaya keras dalam mengedukasi pasar agar demand-nya terpengaruhi. Dakwah dan tarbiyah menjadi kunci dalam pemenangan pasar dan pencapaian misi itu. Edukasi secara tepat menggunakan materi pengajaran (dakwah dan tarbiyah) yang benar menjadi penting dalam perjuangan memerangi riba.

Bagi saya, mau-tak mau prosesi upayanya harus mengikuti kaidah dakwah dan tarbiyah yang memang telah terbukti nyata dalam pembangunan peradaban Islam. Beberapa kaidah itu adalah; (i) bertahap (marhalah); (ii) menyeluruh dan dalam (syaamil mutakammil); dan (iii) berkesinambungan (istimroriyah). Mematikan demand harus dimulai dengan mematikan preferensi dan motivasi, sehingga kemusnahannya (demand) menjadi abadi (kuat). Itu mengapa edukasi melalui dakwah dan tarbiyah harus dilakukan bertahap, menyeluruh dan berkelanjutan.

Disamping itu, perlu dipahami bahwa mematikan demand melalui preferensi dan motivasinya, bermakna menghidupkan preferensi dan motivasi baru. Apa itu? Islam! Memberikan pengetahuan hakikat Islam, hakikat Tuhan, fungsi Nabi, posisi Kitab atau kepastian Akhirat, sejatinya menghidupkan preferensi dan motivasi ekonomi yang berbeda, yaitu Ekonomi Islam.

Bagaimana tantangannya? Tentu saja sangat besar dan begitu berat. Kita lihat saja dakwah dan tarbiyah hedonisme begitu bergelombang, masif, terjadi setiap saat dimana-mana tempat, bahkan dengan kefitrahannya, manusia terkesan menyambut dengan lapang dada dakwah dan tarbiyah hedonisme daripada dakwah dan tarbiyah Islam dan ekonominya.

Jikalau gelombang hedonisme diikuti oleh kelemahan jiwa yang semakin memburuk, maka tidak ada metode dakwah dan tarbiyah Islam apapun yang mampu membendungnya, kecuali Allah membantu dengan kehendak dan kasih-sayang-Nya. Itu mengapa saudara-saudara, saya meyakini ditengah kesibukan kita berjuang ini, perlu waktu kita sediakan untuk dekat dengan Allah, agar Allah selalu memudahkan jalan, memberi petunjuk dan mencurahkan kasih sayang-Nya. Mari disiplinkan shalat wajib tepat waktu, qiyam dan shiam serta disempurnakan dengan dzikir dan sedekah pagi.

Inipun belum termasuk tantangan pada pribadi-pribadi kita sebagai seorang hamba Tuhan; ujian dan cobaan yang tidak jarang membuat langkah perjuangan menjadi tersendat. Ketika maksiat dan dosa berhasil syetan paksakan pada kita, maka hal itu seringkali mematahkan atau bahkan mematikan semangat perjuangan. Tapi percayalah saudara-saudara, kita ini jamaah manusia, tidak akan pernah ada manusia yang suci, yang luput dari salah dan dosa. Tuhan sudah kabarkan bahwa Beliau sangat berbahagia dengan manusia yang selalu bertobat meminta ampun dari setiap dosa yang dilakukannya, bahkan bahagia-Nya melebihi bahagia seorang musafir yang menemukan kembali untanya yang hilang di padang pasir.

Mari benahi hati, agar kita semakin berhati-hati. Mari titi jalan perjuangan dengan segenap kuasa dan semangat, jikapun ada dosa di sela-sela perjuangan ini, semoga Allah memberikan belas kasihan-Nya. Mari saling mendoakan dan membantu, karena memang kekuatan kita terletak pada kebersamaan. Dan riba pasti bisa kita kalahkan!!

Jumat, 06 November 2009

Kehancuran untuk Kelahiran

Kisruh KPK Vs POLRI kian hari menunjukkan kacaunya prilaku pemimpin-pemimpin bangsa, dan kekacauan itu terjadi pada pilar utama negara, aparat penegak hukum. Kekacauan di tingkat pemimpin bangsa secara perlahan semakin mempolarisasi dua kekuatan, dan mirisnya dua kekuatan itu adalah kekuatan rakyat dan aparatur negara. Bukankah sejarah sudah memberikan pelajaran berulang-ulang kali, bahwa perseteruan rakyat dan pemimpinnya hanya akan berakhir pada kehancuran. Meski memang selanjutnya yang terjadi adalah kelahiran generasi baru dari bangsa. Jika kehancuran menjadi syarat dari munculnya kebenaran dan keadilan pada bangsa ini, maka hancurlah.

Selasa, 03 November 2009

Kesadaran


Ada saat dimana kesadaran menguasai jiwa, sehingga semua konsentrasi dan kemakluman, seseorang betul-betul mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Pada saat itulah musuh sejati manusia adalah syetan-syetan yang berada di luar dirinya, baik berupa jin maupun manusia. Ketika ia kalah dengan syetan itu, maka buruklah hasil pikiran, ucapan dan perbuatan orang tersebut. Tetapi dengan kondisi ini, seseorang lebih memiliki potensi memenangkan “pertempuran” dengan syetan, karena ia sudah memiliki kesadaran. Itu mengapa manusia-manusia sadar ini hidupnya lebih banyak memiliki kebaikan dibandingkan keburukan.

Tetapi ironisnya adalah kebanyakan manusia sulit mendapatkan kesadaran itu, atau fatalnya, tidak memiliki kesadaran ketika ia dibutuhkan. Pada kondisi yang ekstrem Ini yang mungkin disebut oleh Tuhan hati yang ditutup oleh-Nya, hati yang membatu, atau hati yang mati. Nah kita lihat dengan sangat jelas peristiwa-peristiwa yang mempertontonkan matinya hati dari banyak orang setiap harinya. Salah satunya adalah drama kriminalisasi KPK ini.

Betul matinya hati, sama saja memadamkan kesadaran, dan mengacaukan kehidupan. Ekonomi yang ingin ditegakkan di bawah panji-panji Islam adalah ekonomi yang bermodalkan kesadaran, ekonomi yang dijalalankan oleh hati-hati yang hidup. Dan ekonomi itu membersihakan hati yang kotor atau bahkan ekonomi yang menghidupkan hati yang mati.

Ya Muqallibal qulub tsabbit qulubana aladdinika...

Senin, 02 November 2009

Kesantunan di Ujung Zaman


Drama kehidupan yang dipertontonkan saat ini, seperti korupsi, rekayasa hukum, gugat menggugat, semakin memperjelas wajah Indonesia sebagai bangsa. Wajah yang jauh dari suasana sejuk apalagi sejahtera. Prestasi ekonomi boleh jadi banyak yang menyanjung Indonesia, tetapi prestasi sosial dimana harmonisasi kolektif bangsa sebagai parameternya, masih jauh dari cita-citanya.

Kesantunan, itu yang tak ada. Kesantunan yang digambarkan oleh prilaku lemah lembut, bersahaja, saling membantu, saling menjaga, tenggang rasa dan prasangka baik, menjadi nilai prilaku yang sangat dibutuhkan Indonesia.

Bila kondisi ini tidak berubah, sektor sosial berpotensi mengancap pembangunan ekonomi yang telah secara berhati-hati dibangun dan dipertahankan perkembangannya. Sektor sosial masyarakat sendiri pada akhirnya tidak akan memiliki ukuran-ukuran kebaikan dalam interaksi sosialnya. Padahal ruh sebuah kesejahteraan dari suatu komunitas bangsa terletak pada harmonisasi sosialnya. Bagaimana mungkin harmonisasi itu tercipta, jika upaya menuju kesana tidak dilakukan, bahkan yang terjadi adalah kehancuran sendi-sendi sosial yaitu ketiadaan kesantunan.

Bangunan ekonomi Islam yang menjadi mimpi semua orang terbangun oleh dua jenis batu-bata, yaitu kekuatan sistem aplikasi ekonomi yang bersumber dari prinsip-prinsip syariat yang bersih dan keharmonian sosial yang berasal dari nilai-nilai prilaku yang luhur dan terpuji.

Dengan demikian, upaya pembangunan ekonomi Islam secara utuh tidak hanya ada diranah pembangunan sistem, tetapi juga di wilayah pembentukan prilaku (individual dan kolektif). Bahkan pembangunan prilaku ini menjadi titik krusial keberhasilan pembangunan ekonomi Islam secara keseluruhan.

Mungkin perlu penataan yang lebih sistematis, terukur dan terpadu pada sistem pendidikan nasional, agar sistem pendidikan bukan hanya menelurkan sarjana-sarjana penuh ilmu tetapi juga sarjana penuh moral dan kesantunan. Ironisnya pendidikan moral masih dilakukan secara informal, pendidikan itu hanya ada di majelis-majelis taklim pada ruang dan waktu yang marginal dari bangsa ini.

Tetapi yakinlah kalau generasi bermoral itu pasti akan muncul tak peduli dari sistem pendidikan apa ia terbentuk, jika memang generasi saat ini terus bergelut dengan kondisi sosial yang kacau akibat ulah mereka sendiri. Dan kita harus pastikan bahwa kita menjadi bagian dari mereka yang akan muncul itu.

Akidah Ekonomi Islam: Realisasi Kalimat Syahadat




Syahadat sebenarnya memiliki posisi yang sentral dalam diskursus ekonomi Islam. Syahadat menjadi sebab utama ekonomi dijalankan menggunakan prinsip-prinsip ketuhanan. Karena memang fungsi syahadat memperjelas pilar-pilar prinsip ketuhanan yaitu Allah sebagai tujuan hidup, Islam sebagai pedoman hidup dan Nabi sebagai model (contoh) hidup.

Ekonomi dalam semua aspek dan aplikasinya menggunakan tiga prinsip (tujuan, pedoman dan contoh) ini sebagai kaidah yang menjaga dan memeliharanya dalam ruang-lingkup Islam. Dengan demikian, ekonomi Islam secara jelas telah menjadi konsekwensi logis dari syahadat. Memahami kerangka pemikiran ini, tentu saja signifikan pengaruhnya dalam rangka mengembangkan ekonomi Islam agar ia bermanfaat maksimal pada semua sisi kehidupan ekonomi manusia.

Kerangka fikir ini juga kemudian menjadi parameter kebersihan hati dan cerdasnya akal. Tanpa pemahaman yang jelas apa itu tujuan, pedoman dan contoh hidup, maka bersihnya hati dan akal yang cerdas tidak akan memiliki standard atau tolak ukur. Hati yang bersih dan akal yang cerdas merupakan syarat penting dari pengembangan ekonomi Islam, baik pada aplikasinya, perjuangan menegakkannya, sosialisasinya dan pembelajarannya.

Hati yang bersih akan memelihara konsentrasi fikir dan gerak pengembangan ekonomi Islam tetap focus pada Allah, melalui suasana hati yang selalu berharap kasih-sayang Allah, takut pada azab-Nya dan penuh kecintaan pada Allah. Dengan nuansa hati seperti itulah akidah yang sehat bagi ekonomi terpelihara. Dan darinya muncul niat ikhlas yang menjadi pondasi penting bagi aplikasi, penegakan, sosialisasi dan pembelajarannya.

Begitu pula dengan akal yang cerdas. Akal yang cerdas adalah akal yang selalu fokus pada kebenaran Tuhan, dimana dalam rangka menuju kebenaran proses kerja akal selalu bersandar pada firman Tuhan (revelation) dan mentafakuri alam semesta (observation). Dan kecerdasan akal seorang manusia parameternya adalah orientasi pada kematian. Memahami konsekwensi-konsekwensi hidup setelah kematian membuat akal selalu bekerja untuk menjaga jiwa dan jasadnya berada di jalan keselamatan.

Dengan karakteristik akal yang seperti itulah terbentuk pemikiran yang Islami, dimana akal dapat berperan sebagai pedoman dalam proses aplikasi, penegakan, sosialisasi dan pembelajaran ekonomi Islam.
Berdasarkan logika ini, terlihat bagaimana syahadat memiliki peran sentral bagi arah dan bentuk aplikasi, penegakan, sosialisasi dan pembelajaran ekonomi Islam. Logika ini begitu penting dimengerti, terutama bagi mereka yang berusaha memahami nature dari ekonomi Islam. Intinya adalah bahwa ekonomi Islam pada dasarnya adalah refleksi dari ketauhidan, aplikasi ketundukan manusia pada kekuasaan Tuhan atau prosesi penghambaan manusia pada Tuhan. Inilah yang saya klaim sebagai akidah ekonomi Islam.

Tercampak Kembali



Kuingin bentangkan sayapku menutup semesta
Semesta yang penuh dengan dosa dan cinta
Yang kutahu kini aku malu pada alam raya
Karena kini semestaku tak ada cinta di dalamnya


Agung, agung, kuagungkan diriku
Kutawarkan dunia kekuatan dan mampuku
Tapi sesungguhnya alam dan zaman menghukumku
Karena ternyata kupaksa mereka memuaskan mauku

Aku letih dan tercampak kembali
Disini diserambi benak dan hati

Minggu, 01 November 2009

SOLIDARITAS UNTUK KPK


Nurani kini ditantang untuk bicara lantang. Kebenaran coba diusik oleh musuh yang sampai kapanpun ia tak sepadan. Namun substansi yang ingin wujud pada setiap tempat dan zaman, adalah perjuangan kebenaran oleh siapa saja yang masih mengaku memiliki nilai-nilai kemanusiaan.

Satu tujuan, Satu perjuangan, Kebenaran

...jika tidak bisa pakai baju hitam atau pita hitam di lengan, masukkan saja tanda solidaritas itu di blog-blog anda...

Kemuliaan yang Remeh?


Tertangkap basah ketika kita sedang berbuat dosa, mungkin respon kita semua sama, malu atau boleh jadi marah. Biasalah semua orang tidak ingin diketahui bahwa ia salah. Tetapi bagaimana jika yang terjadi adalah kita tertangkap basah ketika sedang berbuat amal shaleh? Apa respon kita? Saya yakin responnya yang pasti bukanlah marah. Tapi apa? Senyum, bangga, bersyukur, ini yang paling mungkin.

Tetapi seperti apa idealnya kita merespon? Bukankah kita dianjurkan untuk melakukan amal shaleh dengan keikhlasan yang penuh, sehingga melakukan amal dengan tangan kanan hendaknya tidak diketahui tangan kiri, banyak dianjurkan. Khawatir riya’ katanya. Dengan demikian, jika kita lakukan itu, dapat saja terjadi penangkapan basah oleh orang lain ketika kita lakukan amal baik itu dengan sembunyi-sembunyi.

Ulasan saya ini, boleh jadi iseng saja. Tetapi untuk alasan kebersihan hati, jawaban mengenai respon yang ideal menjadi sangat krusial untuk kita ketahui. Meskipun saat ini hampir-hampir tak ada lagi yang mau sembunyi-sembunyi berbuat amal. Bahkan sekarang ada yang sudah membuat “modus operandi” dimana ia ingin terkesan beramal sembunyi-sembunyi tetapi ia rekayasa agar perbuatannya itu tertangkap basah oleh orang lain. Mereka ingin reputasinya tinggi sebagai orang baik, atau mereka ingin tak diketahui suka berbuat buruk.

Saya sendiri masih asing dengan pertanyaan ini. Apalagi ingin membahas respon idealnya seperti apa. Karena jangankan amal yang sembunyi-sembunyi, yang terang-terangan aja masih suka bertempur antara akal dan hati. Pissss...