Senin, 02 Agustus 2010

Kesederhanaan


Ditengah semakin banyaknya pemandangan para mujahid dakwah yang asyik dengan kemegahan harta dan fasilitas hidup, saya jadi ingin bersenandung kisah Nabi yang bersahaja yang dulu diperkenalkan Mas Ikmal dari Suara Persaudaraan. Hmm.. jadi ingat Mas Ikmal yang juga bersahaja beserta keluarga beliau. Semoga Allah perbanyak orang-orang yang sederhana dan bersahaja dengan hartanya. Dan aku kembali bersenandung...

Pernahkah engkau renungkan tentang kisah Rasulullah junjungan
Rela hidup dalam kesederhanaan pertahankan kehormatan
Lewati malam-malam yang kelam dalam keadaan lapar
Bersama segenap keluarganya tak dapatkan satupun makanan

Bahkan tak pernah menikmatinya dari atas meja makan
Tidur beralaskan tikar kasar terbuat dari kulit dan rerumputan
Hingga membekas pada punggungnya, tak pernah kenyang di dalam hidupnya
Bahkan pernah tiga purnama tiada api menyala di rumahnya

Rasulullah junjungan kita Rasulullah tauladan kita
Qudwah ummat manusia sedunia shalawat dan salam padanya

Di suatu saat pasca perang hunain berkumpullah istri-istrinya
Menuntut tambahan harta dunia yang tiada dimilikinya
Hingga dikemudian hari mereka mendapat pelajaran dari Allah
Dengan turunnya ayat-ayat yang tertulis dalam Al Qur’an

“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu,
apabila mereka menghendaki gemerlapnya dunia,
maka kemarilah akan aku ceraikan kamu dengan sebaik-baiknya”

Sekonyong-konyong mereka tersadar, segera berpaling dari kelengahan
Terburu-buru untuk mengatakan, Allah dan Rasul, kampung akhirat pilihan
Damailah kembali seluruh kota, musnah fitnah gemuruh murka
Setelah satu bulan lamanya Rasulullah bermuram durja

Rasulullah junjungan kita Rasulullah tauladan kita
Qudwah ummat manusia sedunia shalawat dan salam padanya

Banyak lagi kisah-kisah sahabat beliau yang memberikan ketauladanan hidup penuh sederhana. Ketauladanan yang sangat berpatut dicontoh oleh para pewarisnya diakhir zaman ini. Saya sendiri masih terus berjuang menundukkan hati dan mencoba meyakinkannya bahwa harta yang berkilau itu bukanlah segalanya. Kemanfaatan dibaliknyalah yang seharusnya dikejar. Potensi-potensi amal shaleh dari hartalah yang kilaunya membuat kita rakus mengejarnya.

Kesederhanaan pada ketika dulu menjadi gaya hidup yang trendy, yang membuat komunitas itu harum namanya. Sampai-sampai zamannya pun ikut ternama, jazirah tempat komunitas itu pernah ada menjadi melegenda. Ketauladanan menjadi sempurna, karena bukan saja ada pada prilaku pribadi-pribadi tetapi juga melekat nyata pada prilaku kolektif komunitas itu. Komunitas Nabi akhir zaman bersama para sahabatnya yang santun penuh cinta.

Mereka tidak stress apalagi depresi karena harta. Harta bagi mereka adalah pedang untuk medan jihad semisal badar dan uhud. Pedang yang mereka gunakan untuk mengumpulkan pundi-pundi pahala dan kemuliaan tertinggi sehingga mereka layak digelari sebaik-baik manusia. Harta begitu ringan di tangannya. Mereka rakus mencari siapa saja yang membutuhkan harta mereka, agar harta mereka menjadi sebaik-baiknya harta dan menjadi teman sejati setelah tak ada lagi teman di barzakh nanti.

Tidak jarang mereka tidak tinggalkan sekeping atau sehelaipun pakaian lebih bagi diri dan keluarganya. Bahkan cukup bagi mereka sekantung gandum untuk mengamankan makan 1-2 hari kedepan, lebih dari itu mereka akan gelisah memikirkan saudara mereka yang saat itu mungkin tidak memiliki apa-apa untuk dimakan.

Duh Tuhanku yang Agung, bila manusia-manusia sederhana dan bersahaja itu memakmurkan bumimu kembali? Yang akan kembali membuat gunung-gunung tersenyum, yang membuat lembah, bukit dan samudera dapat istirahat, tidak lagi cemas karena makhluk pemegang amanah Tuhan mereka menunaikan janjinya. Gunung, lembah, bukit dan samudera kembali ikhlas dipimpin manusia, karena manusia-manusianya adalah manusia yang sederhana dan bersahaja.

1 komentar:

Muhammad Wiwil mengatakan...

semog kita akan selalu menjdi org yg di ja Allah dr cinta harta,,, dan semoga para pmimpin kita adlh bagian gari yg dimulakn Allah dengan hartany... Amin