Kamis, 26 Agustus 2010

Menjadi Orang yang Paling Kaya



Pernah anda coba renungkan mengapa Tuhan selalu katakan dunia ini adalah senda gurau dan permainan belaka? Atau pesan-pesan lain dari Nabi yang mengatakan bahwa dunia ini fana? Pesan moralnya juga sering disebut-sebut oleh para ulama agar manusia jangan memautkan hatinya pada dunia, karena dunia sifatnya sementara saja.

Beberapa waktu saya coba renungkan hal ini, adakah sesuatu dibalik itu? Adakah sesuatu yang luar biasa untuk diambil hikmahnya? Baru pagi tadi saya mendapatkan fikiran yang membuat saya mengangguk-anggukkan kepala. Memahami maksud Tuhan itu mungkin setidaknya kita juga menggunakan kaca mata yang digunakan oleh Tuhan. Tuhan telah ada sejak dunia ini belum tercipta, kemudian Beliau mencipta sampai nanti Beliau juga yang menghancurkannya.

Dari dunia pertama kali tercipta sampai nantia ia menua dan kemudian musnah, Tuhanlah yang menentukan usianya, zaman-zamannya. Dan didalamnya Tuhan pula yang mengizinkan dan menentukan kejadian dan peristiwa alam, dari kapan daun gugur ketanah, sungai mengering airnya, batang pohon tumbuh dan kemudian mati membusuk, gunung yang menjulang dapat luruh rata dengan tanah, atau sampai manusia ditentukan usia dan dipergilirkan kaum-kaumnya.

Tuhan menggunakan kaca mata dengan periode waktu yang sangat panjang setidaknya melingkupi usia dunia, sehingga dengan ringan saja Beliau mengingatkan, bahwa dunia itu senda gurau dan permainan saja loh. Tuhan menyiratkan baha dunia itu tidak ada nilainya, karena semua yang ada didalamnya tidak abadi, semua ada usianya, semua akan dipergilirkan untuk musnah, ya semuanya. Kita mungkin berfikir bahwa gunung yang gagah menjulang akan tetap disitu sampai seribu tahun setelah pertama kali kita menatapnya. Tidak, boleh jadi beberapa tahun lagi ia akan tak ada lagi karena ternyata ia terkikis oleh gempa atau manusia menggerogoti kandungannya.

Nah sampailah saya pada pelajaran dari logika ini, sampailah saya pada hikmah pesan-pesan Tuhan tadi. Pola pandang itulah yang mungkin harus kita gunakan melihat semua harta yang kita miliki, semua kelebihan-kelebihan yang melekat pada semua yang kita miliki. Rumah yang megah pada waktunya akan tua dan keropos, mobil yang mewah lambat laun juga akan berkarat dimakan cuaca dan usia, wajah yang cantik dan tampan akan mengeriput kulit-kulitnya, rambut yang hitam akan memutih atau bahkan berguguran, gigi yang putih dan lengkap akan tanggal satu demi satu, badan yang tegap akan lemah dan rapuh. Yakinlah sebanyak dan sekuat apapun harta dunia yang kita miliki suatu saat akan musnah. Kalaupun ia tak musnah sampai usia kita selesai, setidaknya kita tidak lagi dapat memanfaatkannya. Jadi intinya semua itu tidak kekal.

Memahami keterbatasan waktu dan usia yang kita miliki, maka kita harus arif menyikapi semua yang kita miliki itu. Tuhan dan Nabi selain menyampaikan pesan-pesan diatas, juga menyampaikan pesan-pesan seperti ini; tunaikanlah zakat, perbanyaklah sedekah, biasakan infak, bantulah mereka yang membutuhkan. Apa maksudnya? Ternyata jika kita sambungkan dengan logika diatas, maka pesan Tuhan dan Nabi itu pada hakikatnya ingin mengekalkan harta dan semua yang kita miliki itu. Karena membuat harta (termasuk juga ilmu) menjadi kekal untuk pemiliknya adalah dengan mengubah harta tersebut menjadi manfaat, bagi diri kita dan bagi orang lain. Kemanfaatannya itulah yang dilihat dan menjadi ukuran apakah kita menjadi manusia yang usianya melampaui usia jasad kita.

Dengan begitu, hakikatnya orang yang kaya itu adalah manusia yang memiliki banyak kemanfaatan pada diri dan dari hartanya. Dan orang miskin adalah manusia yang memiliki sedikit kemanfaatan. Dengan hakikat ini maka betullah kalimat Tuhan bahwa semua manusia; laki-laki perempuan, kaya-miskin, apapun warna kulitnya, apapun suku-bangsa dan bahasanya serta latar belakangnya, semua sama di pandangan Allah SWT, yang membedakan masing-masing adalah takwanya. Dari logika tadi ketakwaan diukur dari kemanfaatan diri manusia dan hartanya. Orang yang bertakwa itu adalah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lain. Jadi sudah berapa manfaatkah kita? Bermanfaatkah handphone kita? Laptop, motor, mobil, rumah, atau sekedar tenaga dan lisan kita, seberapa banyak mereka telah membantu orang lain? Akhirnya sudah berapa banyak kemanfaatan yang telah kita tabung untuk menjadi orang yang paling kaya di akhirat? Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar: