Krisis keuangan yang menampar Amerika kini menyeret otoritas keuangan 3 negara besar, pemegang kendali industri keuangan dunia, yaitu Jepang, Inggris, Kanada, mengikuti langkah Federal Reserve US yang menyuntikkan dana ke pasar keuangan sebesar USD 180 billion. Sementara itu financial meltdown ini sudah menguras kerugian mencapai USD 19 trillion!! Fantastis! Mari terus cermati apa yang saat ini tengah dan akan berlangsung di pentas keuangan dunia. Akankah gelombang gempanya sampai ke Indonesia, meskipun logikanya di dalam pasar yang sudah borderless sepatutnya pasar akan mengalami tamparan yang sama. Lihat saja tanda-tanda sudah terlihat pada pasar keuangan yang paling sensitif dengan berita, yaitu pasar modal. Pasar modal kita mengalami kontraksi yang paling buruk di kawasan regional.
Ketertarikan saya lebih saya tujukan pada seberapa besar gonjang-ganjing ini berpengaruh pada pasar keuangan Islam di seluruh dunia. Prediksi saya ketika kebijakan pengembangan pasar syariah oleh masing-masing otoritas lebih terkesan mimicry pada pasar konvensional, maka nasib yang mereka alami pun akan sama. Itupun jika pasar keuangan Syariah juga bersentukan dengan counterpart mereka di konvensional yang saat ini sedang mengalami turmoil. Kemungkinan mimicry sederhananya dapat dilihat dari kecenderungan bentuk produk yang keuangan Syariah yang ada di pasar, jika produk itu entitas dasarnya tak lebih dari transaksi-transaksi kredit dan spekulasi konvensional, maka at the end of the day the crisis will rock Islamic market as well.
Jika memang guncangan krisis ini sempat menjadi krisis global, saya sangat yakin krisis ini menjadi scenario terbaik untuk memberikan kita pelajaran berharga dalam pengembangan keuangan Syariah. Krisis keuangan global akan menunjukkan apakah system keuangan Syariah yang sedang kita bangun sedikit demi sedikit ini, memiliki rangka baja atau rangka kerupuk.
Sebagian kelompok mengatakan, bahwa program-program penanggulangan dalam sector keuangan haruslah prima untuk menghadang guncangan-guncangan seperti ini. Sehingga instead of memperhatikan kepatuhan pada Syariah, otoritas tertentu lebih focus pada pengembangan program penjaminan, crisis protocol, good governance, moral hazard dan sejenisnya, yang sesungguhnya tak mencegah guncangan itu muncul. Ibarat bom yang ada di dekat kita kita biarkan ada disitu, supaya bom itu tidak meledak, kita terus menambah-nambah panjang sumbunya (cape deh). Sementara bom-bom ekonomi lain terus bermunculan dalam bentuk kemiskinan, kelaparan kriminalitas, gelandangan, pelacuran, dan para otoritas, policy maker, hanya sibung mengurusi bom eksklusif yang satu itu.
Padahal yang mampu mencegah guncangan itu dapat terjadi adalah bentuk aplikasi pasar keuangan itu sendiri. Ketika pasar keuangan melekat erat, menjadi cermin dan selalu bermuara pada aktifitas produktif sector riil, maka bom krisis diyakini tak pernah ada. Dan kita tidak perlu sibuk susah-payah menambah-nambah panjang sumbu bom, karena bom itu memang tidak pernah ada! Wallahu a'lam bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar