Tagihan, tagihan, tagihan, ini yang akan terus menghantui warga Amerika Serikat dalam waktu-waktu kedepan, terutama golongan masyarakat menengah keatas. Sementara, pada ketika yang sama mereka terus dibayangi hantu lay-off yang saat ini menjadi tren pasar US. Laporan semalam (20 November 2008) menyebutkan angka pengangguran tertinggi dalam 16 tahun. Dow Jones dalam dua hari ini turun sekitar 900 basis poin dengan posisi indeks yang kini di bawah 7600, fakta fantastis dari sekian banyak rekor penurunan fantastis yang ada. Menulis paragraph inipun saya masih terus mengkoreksi angka penurunan yang masih terjun hingga closing bell di screen CNBC.
Joseph E. Stiglitz (Nobel Winner 2001) sampai mengatakan tak ada satupun khabar gembira dari kondisi saat ini kecuali penurunan harga minyak mentah dunia. Meskipun terakhir ini kekhawatiran muncul karena penurunan harga minyak mentah dunia trennya sudah di bawah USD50 per barrel. Fakta ini pada satu sisi mengancam stabilitas lain dari ekonomi, seperti harapan yang akan kosong kepada kawasan ekonomi timur tengah karena kekuatan mereka sedikit terganggu dengan kondisi harga minyak mentah saat ini.
Daripada mengatakan selamat tinggal kapitalisme, saya lebih tertarik mengatakan selamat tinggal Amerika. Mengapa? Hegemoni ekonomi Amerika yang perlahan-lahan rontok dalam beberapa bulan lalu dan dalam waktu-waktu kedepan ini menjadi tontonan menarik, ada triller disitu, drama, action apalagi horror. Ini mimpi buruk terutama bagi warga kelas menengah Amerika. Setiap malam mungkin lembaga keuangan menyita ratusan rumah dan kendaraan dari keluarga-keluarga Amerika karena gagal bayar. Tenda-tenda pengangguran dan tuna wisma semakin luas komunitasnya tentu. Wow, what a crisis.
Buat para pengusung American Style Economy (bukannya takut untuk mengatakan kapitalisme,tapi saya ingin sekali menulis bahwa kapitalisme saat ini sudah lebih dari sekedar isme ekonomi), lihatlah tanah suci ekonomi dunia (New Mecca of Economy) ia sedang menuju pada masa karamnya. Lihat simbol-simbol ekonomi yang menjadi kebanggaan mereka, sebentar lagi menjadi puing-puing usang. Wuih, jadi sedikit hiperbolis kalimat saya. Layaknya tubuh manusia, kesalahan system dan prilaku manusia telah menyebabkan kolesterol berikut penyakit-penyakit kronis telah menyebar di sekujur badan, asam urat, diabetes, darah tinggi hingga kanker sudah ada pada stadium tertingginya pada tubuh ekonomi Amerika.
Khabar baik saat ini bagi kita adalah beruntungnya kita diberikan Tuhan kesempatan untuk menjadi saksi dari hancurnya sebuah hegemoni ekonomi, dengan detil kehancuran itu kita saksikan setiap harinya. Alhamdulillah ya. Bagi saya sendiri ini merupakan excitement tersendiri atau bahkan menjadi ecstasy menulis paragraph-paragraf kehancuran ekonomi Amerika. Duh maaf kalau terkesan jadi psychopath economist dan tidak intelek. Tapi ya bagaimana lagi, fenomena ini seperti kejadian gerhana atau melintasnya komet bagi para astronom, peristiwa yang memberikan gairah karena ia telah diteorikan dan di tunggu-tunggu.
Ada kawan yang mengingatkan agar segera fokus berkontribusi dalam merumuskan detil teknis ekonomi-keuangan syariah sebagai alternative dari konvensional. Sementara kondisi pasar ekonomi dalam negeri juga tidak kalah rekor penurunannya, pasar modal sudah berada di bawah angka indeks 1200, sehingga pasar modal Indonesia menjadi “juara” dalam kejatuhan dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Tapi saya hanya katakan, “wait, I try to enjoying the moment here, sorry”.
Joseph E. Stiglitz (Nobel Winner 2001) sampai mengatakan tak ada satupun khabar gembira dari kondisi saat ini kecuali penurunan harga minyak mentah dunia. Meskipun terakhir ini kekhawatiran muncul karena penurunan harga minyak mentah dunia trennya sudah di bawah USD50 per barrel. Fakta ini pada satu sisi mengancam stabilitas lain dari ekonomi, seperti harapan yang akan kosong kepada kawasan ekonomi timur tengah karena kekuatan mereka sedikit terganggu dengan kondisi harga minyak mentah saat ini.
Daripada mengatakan selamat tinggal kapitalisme, saya lebih tertarik mengatakan selamat tinggal Amerika. Mengapa? Hegemoni ekonomi Amerika yang perlahan-lahan rontok dalam beberapa bulan lalu dan dalam waktu-waktu kedepan ini menjadi tontonan menarik, ada triller disitu, drama, action apalagi horror. Ini mimpi buruk terutama bagi warga kelas menengah Amerika. Setiap malam mungkin lembaga keuangan menyita ratusan rumah dan kendaraan dari keluarga-keluarga Amerika karena gagal bayar. Tenda-tenda pengangguran dan tuna wisma semakin luas komunitasnya tentu. Wow, what a crisis.
Buat para pengusung American Style Economy (bukannya takut untuk mengatakan kapitalisme,tapi saya ingin sekali menulis bahwa kapitalisme saat ini sudah lebih dari sekedar isme ekonomi), lihatlah tanah suci ekonomi dunia (New Mecca of Economy) ia sedang menuju pada masa karamnya. Lihat simbol-simbol ekonomi yang menjadi kebanggaan mereka, sebentar lagi menjadi puing-puing usang. Wuih, jadi sedikit hiperbolis kalimat saya. Layaknya tubuh manusia, kesalahan system dan prilaku manusia telah menyebabkan kolesterol berikut penyakit-penyakit kronis telah menyebar di sekujur badan, asam urat, diabetes, darah tinggi hingga kanker sudah ada pada stadium tertingginya pada tubuh ekonomi Amerika.
Khabar baik saat ini bagi kita adalah beruntungnya kita diberikan Tuhan kesempatan untuk menjadi saksi dari hancurnya sebuah hegemoni ekonomi, dengan detil kehancuran itu kita saksikan setiap harinya. Alhamdulillah ya. Bagi saya sendiri ini merupakan excitement tersendiri atau bahkan menjadi ecstasy menulis paragraph-paragraf kehancuran ekonomi Amerika. Duh maaf kalau terkesan jadi psychopath economist dan tidak intelek. Tapi ya bagaimana lagi, fenomena ini seperti kejadian gerhana atau melintasnya komet bagi para astronom, peristiwa yang memberikan gairah karena ia telah diteorikan dan di tunggu-tunggu.
Ada kawan yang mengingatkan agar segera fokus berkontribusi dalam merumuskan detil teknis ekonomi-keuangan syariah sebagai alternative dari konvensional. Sementara kondisi pasar ekonomi dalam negeri juga tidak kalah rekor penurunannya, pasar modal sudah berada di bawah angka indeks 1200, sehingga pasar modal Indonesia menjadi “juara” dalam kejatuhan dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Tapi saya hanya katakan, “wait, I try to enjoying the moment here, sorry”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar