Pertemuan G-20 yang disebut-sebut sebagai “The Bretton Woods II” sudah selesai, rekomendasi sudah dapat ditebak, yang disepakati adalah pengetatan regulasi dan penciptaan lingkungan yang lebih baik bagi kebijakan pengetatan. Yang pasti, industri keuangan semakin menjadi industri yang semakin banyak regulasinya. Tetapi ibarat praktek judi yang meng-entertain kerakusan, dapatkah regulasi-regulasi itu menjinakkan prilaku rakus penjudi dan kemudian membawa pengaruh positif bagi ekonomi? Regulasi secanggih apa yang bisa mencegah kerakusan kecuali pelarangan?
Dari rekomendasi itu, terjawab sudah pertanyaan “apakah akan ada perubahan dramatis di dunia keuangan dunia?” Tidak ada yang berubah kecuali dunia keuangan semakin panjang list ketentuannya. Tidak ada yang berubah dengan wajah aplikasi, warna kebijakan, rezim nilai tukar dari dunia keuangan internasional. Dengan kepentingan proteksi ekonomi domestik sebagai respon umum terhadap krisis keuangan, masing-masing negara peserta meeting tersebut (terlebih lagi bagi negara non G-20) tentu memiliki interpretasi dan implementasi berbeda atas rekomendasi yang dihasilkan. Jika tidak diikuti koordinasi lanjutan, dikhawatirkan G-20 meeting akan menjadi sia-sia, dan bahkan tidak akan membendung krisis global ini untuk terus menuju dasarnya (bottom of the crisis) yang jauh lebih dalam dari perkiraan semula.
Dalam keadaan seperti ini, lumrah jika semua ekonom “menyanyikan lagu” rekomendasi yang sama, yaitu perkuat ekonomi domestik! Longgarkan fiskal untuk aktifitas ekonomi dalam negeri! Cegah capital outflow melalui kebijakan fiskal dan moneter yang satu nada! Lagu itu memang harus dinyanyikan bersama, oleh semua komponen ekonomi tanah air. Tetapi bagaimana dengan rekomendasi dari sudut pandang ekonomi Islam?
Mungkin nada dan iramanya sama tapi boleh jadi “liriknya” berbeda untuk solusi yang direkomendasikan oleh ekonomi Islam. Ekonomi domestik memang harus diperkuat, tetapi mungkin dapat dilakukan dengan menggeliatkan perekonomian mikro yang memang sampai saat ini jauh dari angka normal atau bahkan maksimalnya. Logikanya sederhana, populasi penduduk Indonesia begitu besar golongan penduduk miskinnya. Tentu mereka memiliki kontribusi konsumsi yang kecil bagi ekonomi. Sementara untuk meningkatkan volume ekonomi domestik dibutuhkan agregat konsumsi ekstra untuk menjaga kegiatan produksi dan merangsang kegiatan baru (yang pasar luar negerinya sedang tiarap).
Golongan masyarakat miskin yang begitu besar merupakan modal krusial untuk meningkatkan konsumsi agregat. Ingat uang ditangan orang miskin itu lebih efektif menjadi konsumsi daripada uang tersebut berada ditangan orang kaya. Sehingga, Upaya memberikan kemampuan beli kepada mereka dan program peningkatan status mereka menjadi pemain pasar yang aktif mutlak dilakukan. Nah, disinalah ekonomi Islam mampu melakukan tugasnya. Rekomendasinya mungkin menjadi seperti ini:
a. Kepada saudara-saudara yang diberikan lebih rizki berupa harta, berkonsumsilah, keluarkan uang anda untuk pasar, dan bentuk mengeluarkan uang yang paling baik bagi ekonomi adalah INFAK dan SEDEKAH. Namun tentu terlebih dahulu jangan lalaikan kewajiban ZAKAT anda. Jika tidak, investasikan uang anda pada usaha-usaha bisnis yang memang prospeknya baik. Jangan ragu, jangan tahan uang anda hanya karena tidak mau merugi. Yakinlah dengan cara-cara seperti ini, akhirnya uang anda akan aman karena masyarakat miskin dengan kesibukannya di ekonomi akan mengeliminasi potensi mereka menjadi pemain kriminal.
b. Kepada semua saudara yang berkonsumsi, berkonsumsilah di pasar tradisional, karena jumlah pelaku pasar disana besar dan multiplier efek bagi transaksi ekonomi selanjutnya jauh lebih besar. Karena memang pasar tradisional pula yang aksesnya dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat baik kaya dan miskin, baik menjadi pembeli maupun penjual.
c. Kepada pemerintah pusat, daerah, kabupaten atau bahkan lurah, kenali para warga kaya dan miskin, lancarkan dana-dana sosial antara mereka, yang pada akhirnya membesarnya daya beli masyarakat miskin. Tetapi ikuti pula dengan program pemberdayaan masyarakat miskin tersebut, seperti program pembangunan infrastruktur desa, kelurahan, atau diwilayah yang lebih tinggi.
d. Kepada pemerintah pusat, daerah, kabupaten atau bahkan lurah, buka peluang pembentukan pasar seluas-luasnya di lapangan-lapangan, lorong desa, alun-alun kota, perumahan-perumahan dan tempat-tempat yang strategis. Dengan pengelolaan profesional tentu saja, pasar dapat berupa pasar-pasar malam, pasar kaget, pasar week-end morning selanjutnya bahkan ia bisa berkembang menjadi tempat-tempat wisata malam bagi penduduk lokal.
e. Kepada semuanya, ingat, jantung ekonomi adalah pasar, maka upaya memperlancar dan merangsang aktifitas pasar adalah hal yang terbaik yang dapat dilakukan untuk keluar dari krisis dalam situasi pasar yang semakin mengkerut akibat aliran kredit yang semakin mengering. Dan mari “belanja!” belanja untuk kebutuhan pokok atau belanja kebajikan dengan perbanyak infak dan tingkatkan sedekah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar