Assalamu'alaikum wR.wB.
Saat ini saya sedang di Dubai, menjalankan amanah kantor untuk memberikan presentasi tentang pengalaman BI dalam mengembangkan Islamic Microfinance di Indonesia pada sebuah Seminar yang diselenggarakan oleh International Finance Corporation - World Bank. Seminar Islamic Microfinance itu sendiri dilaksanakan di Hotel Novotel yang letaknya bersebelahan dengan Hotel Jumeirah Emirates Tower tempat saya menginap.
Sejak awal pertanyaan yang menggelitik saya adalah, mengapa seminar yang membicarakan program poverty alleviation harus diselenggarakan di tempat-tempat yang mewah, khawatir sensitifitas para peserta menjadi tidak begitu tajam terhadap apa yang sebenarnya terjadi di sektor Microfinance dan Micro Enterprises, sehingga resolusi yang kemudian dihasilkan lebih mencerminkan kepentingan lain selain kepentingan mereka yang berada di sektor marginal tersebut. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik.
Ada satu pengalaman menarik yang saya alami kemarin, ketika melakukan check in di hotel megah Jumeirah Emirates Towers. Meskipun akomodasi dan transportasi hotel telah ditanggung oleh pihak IFC - WB, namun pihak hotel tetap meminta saya untuk memberikan deposit terhadap expences yang mungkin saya keluarkan untuk mini bar dan lain-lain. Mereka meminta kartu kredit saya untuk keperluan deposit itu.
Dengan tersenyum saya katakan; I do not have credit card, i'm using debit. Front Desk officer hotel itu mengernyitkan dahi sembari mengulangi apa yang saya katakan dengan penuh keheranan: you don't have credit card? saya jawab dengan tetap tersenyum; yupe! sembari bersiap menyerahkan debit card dari satu bank syariah tanah air (meskipun saya tidak yakin itu bisa digunakan). Officer itu menuju supervisornya, mengkonfirmasi keadaan. Sementara saya membalikkan badan tersenyum sendiri, dalam hati saya berkata; kejadian seperti di hotel waktu di Bali sepertinya akan berulang, hahahaha...
Tak lama supervisor front desk itu yang kemudian mengambil alih dan mencoba konfirmasi kembali pada saya. ia katakan bahwa memerlukan deposit untuk keperluan yang tadi saya sebutkan. Saya kemudian mencoba memberikan alternatif; may I use cash money for deposit? Sure! dia menjawab mantap, akhirnya saya serahkan hampir semua uang saku yang kantor berikan pada saya. Beres, dalam hati saya.
Sampai di kamar saya terus memikirkan kejadian tadi; idealisme membangun ekonomi/keuangan syariah memang memerlukan pengorbanan. Dan idealisme saya untuk tidak menggunakan instrumen utang seperti credit card membuat saya harus sedikit "susah" dalam beberapa urusan. Tapi ini harus dijalani.
Saya lihat kemegahan Dubai dari jendela kamar, Subhanallah... semoga kemegahan dunia ini tidak melenakan saya, kaum muslimin, dan semua saudara yang tengah berjuang menegakkan Islam. Beberapa ratus kilometer dari tempat saya, saya membayangkan tanah suci para Nabi, tanah para syuhada, tanah Palestina tercinta. Kemegahan Dubai tentu jauh dari bayangan mereka...
Dubai, 3 November 2008
1 komentar:
Luar biasa pengalamannya Pak Ali,
cerita bapak ttg lukisan kemewahan di sebagian negeri Teluk, membuat saya jd teringat akan berita seorang jutawan dari Abu Dhabi yg diback up jutawan Pangeran UEA yg telah mengakuisisi klub sepak bola Chelsea...saya membayangkan uang akuisisi itu jika saja sebagian dipakai untuk membantu saudara2 kita yg seiman, maka akan sangat2 meringankan beban....
ternyata perjuangan masih panjang ya...
Posting Komentar