Renungan toilet. Benar-benar tulisan ini saya rangkai ketika di toilet. Ketika inspirasi bercampur dengan hajat yang telah menjadi alami. Seperti seorang artis selebriti yang pernah membukukan sajak-sajak hasil renungannya ketika di toilet. Tapi tidak ada hubungan dengan tulisan ini. Saya hanya ingin saja menulis ketika hajat itu juga ada. Renungan itu seperti ini:
Teman-teman, apakah pernah kita fikirkan setelah Tuhan panggil kita dari kehidupan, seperti apa keadaan dunia. Apakah dunia semakin lega, karena manusia perusak sudah berkurang satu? Apakah manusia lain menyunggingkan senyum, karena kehidupan menjadi lebih baik? Atau kita tak pernah fikirkan itu, karena dalihnya fikiran itu tak lebih dari sekedar fikiran riya yang pamrih pada kehormatan dan kemuliaan dari manusia dan lingkungan alam.
Betul, sungguh musuh para pecinta amal adalah pamrih dunia, riya! Bertanya-tanya seperti apa hasil jerih-payah, boleh jadi merusak keikhlasan dalam bekerja, mengikis kemuliaan dari usaha yang telah susah payah dilakukan. Oleh sebab itu, sikap berhati-hati dalam berfikir apalagi bertindak menjadi sangat penting kita perhatikan. Senjata yang ringan dan dapat dilakukan adalah merenungkan terlebih dahulu semua yang ingin kita lakukan, melakukan evaluasi atas apa yang telah menjadi keyakinan atau sekedar keinginan. (renungan ini saya lanjutkan di bandara kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan).
Memang setiap manusia memiliki interpretasinya sendiri-sendiri tentang hidup, tentang cara menjalaninya, menyikapi semua peristiwa dan kejadiannya, atau merespon semua bentuk implikasi dan konsekwensi dunia. Tetapi sebenarnya manusia diberikan instrument dalam mengukur apakah interpretasinya benar atau tidak. Instrument itu Islam, dengan buku pintar atau referensinya Qur’an dan Sunnah (hadits). Dengan Islam diharapkan manusia akan sama dalam mendefinisikan hakikat hidup, tata cara menjalaninya, menyikapi peristiwa dan kejadian atau merespon semua bentuk implikasi dan konsekwensi dunia. Ya Islam menyatukan persepsi, menyatukan keyakinan, hingga menyatukan perbuatan dan tindakan.
Kecenderungan inilah yang menjadi landasan ekonomi Islam dikembangkan. Dengan persepsi, keyakinan dan perbuatan yang sama akan mudah kemudian memodelkan ekonomi Islam dengan lebih teknis dan praktis. Kemudian dengan begitu, akan juga semakin jelas bentuk dan warna ekonomi yang ingin dibangun. Ya semua bermula dari benar tidaknya persepsi, shahih tidaknya interpretasi. Oleh sebab itu, upaya pendidikan (tarbiyah) Islam terhadap semua manusia, akan menentukan sukses tidaknya ekonomi Islam mencapai bentuk aplikasi yang sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar