Ketika mengajar Pasca-Sarjana di Universitas Azzahra, terlontar renungan spontan dalam materiku tentang keuangan public Islam, yang membuat saya berfikir labih jauh setelah itu. Renungan spontan itu tentang aktifitas dan dinamika ekonomi illegal yang berpotensi menghambat kemanfaatan ekonomi dirasakan semua manusia. Sejak dulu saya yakin bahwa masalah ekonomi adalah masalah kelancaran velocity sumber daya ekonomi (factor-faktor produksi), sehingga perhatian saya tertuju pada optimalisasi kelancaran proses itu, baik secara system maupun secara prilaku ekonomi.
Perhatian saya ternyata selama ini lebih fokus pada system, dimana isu kelancaran velocity sumber daya ekonomi dikendala oleh praktek bunga dan spekulasi. Focus perhatian saya ini beralasan karena kendala system selalunya berimplikasi massif. Lihat saja bagaimana ketika praktek riba dan spekulasi menjadi industri, maka ekonomi mangalami misalokasi yang begitu serius, dimana volume ekonomi sector keuangan menggelembung dengan cepat dan rentan. Sementara sector riil semakin kurus, padahal jumlah populasi yang dilayani semakin bertambah.
Renungan spontan tadi kemudian menyadarkan saya bahwa aspek prilaku ekonomi yang salah secara akhlak akan memiliki implikasi tidak kalah dahsyat. Lihat bagaimana ketika moral tidak embodied dalam ekonomi, lihat transaksi narkoba, lihat volume agregat korupsi, transaksi pelacuran, volume perjudian. Transaksi-transaksi jenis ini sama sekali tidak pernah dihitung dalam pertumbuhan ekonomi. Padahal transaksi ini adalah transaksi “riil” yang memproduksi barang dan jasa dengan tingkat pasar tenaga kerjanya yang tertentu.
Triliunan ternyata volume transaksi narkoba di Indonesia ini, korupsipun angka agregatnya diyakini telah pula mencapai triliunan rupiah. Sementara pelacuran telah memiliki pasarnya sendiri di sudut-sudut tiap kota tanah air, begitu pula perjudian. Jika dianalisa lebih dalam, kecenderungan ini hakikatnya sama yaitu perkembangan transaksi-transaksi jenis ini akan menguruskan aktifitas ekonomi riil legal yang mensejahterakan. Sekali lagi renungan spontan ini menegaskan kembali keyakinan saya, bahwa masalah kesalahan system dan kerusakan prilaku ekonomi menjadi dua masalah dominant yang menjadi sasaran dakwah ekonomi Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar