Selasa, 12 Januari 2010
Prasangka
Hari-hari terakhir ini atmosfer hidup kita sesak dengan berita-berita konflik, dari keluarga, artis, politisi sampai pejabat negara. Inti dari konflik itu sama, yaitu dipicu oleh prasangka, terlepas dari motivasi prasangka itu, terlepas juga apakah dibenarkan atau tidak. Tetapi saya hanya ingin bicara tentang prasangka ini yang tiba-tiba muncul dalam benak saya.
Ketika kuliah dulu saya pernah dapat nasehat Nabi dalam sebuah pengkajian, Nabi bilang kalau kamu berprasangka jangan dilisankan, kalau kamu kecewa jangan dipendam dan kalau kamu marah jangan ditumpahkan. Nasehat ini saya ingin patuhi, meskipun sesekali baik sadar maupun tidak sadar saya lalai melanggar nasehat itu.
Pada satu pelatihan tahun 1997 mengenai motivasi Ust. Anis Mata pernah menasehati, bahwa karakter seseorang itu berawal dari lintasan-lintasan fikiran yang ada di benaknya. Lintasan fikiran dapat berupa apa saja, dengan judul yang sangat acak dan intensitas yang bervariasi. Jika lintasan fikiran pada satu tema berulang-ulang kali muncul, maka ia akan berubah menjadi memori. Dan memori yang terus muncul akan memancing keinginan. Keinginan yang tak terbendung akan berubah menjadi tindakan. Tindakan yang berulang-ulang akan berubah menjadi kebiasaan. Dan akhirnya, kebiasaan yang telah mendarah-daging pada seseorang akan menjadi karakter dirinya.
Kurang lebih seperti itu memori saya menyerap nasehat Ust. Anis Mata. Beliau menyarankan, jika ingin merubah karakter jangan rubah lewat kebiasaan, tetapi mulai dari sesuatu yang memulai itu semua, dari sumbernya, yaitu lintasan pikiran. Lintasan fikiran tidak bisa dikontrol, karena ia muncul begitu saja. Tetapi lintasan fikiran itu didorong oleh kondisi lingkungan yang ditangkap oleh indera dan kemudian berubah menjadi informasi pendek berupa lintasan fikiran di dalam benak. Jadi, yang harus dikontrol adalah memilih lingkungan yang baik, agar lintasan fikiran menjadi baik.
Dari itu saya mengambil kesimpulan bahwa sebagian atau mayoritas lintasan fikiran adalah dzon, prasangka! Ia bisa berupa prasangka baik atau prasangka buruk. Namun sampai saat ini saya masih berpendapat selama prasangka tidak dilisankan maka ia belum menjadi sebuah dosa. Karena prasangka di dalam benak kita tidak bisa kontrol, ia datang begitu saja. Ia akan memiliki nilai (buruk) jika prasangka tadi dilisankan. Jika ia prasangka baik, kalau dilisankan dapat menjadi ghibah, jika ia prasangka buruk kalau dilisankan akan menjadi fitnah.
Pada satu sisi saya melihat hikmah mengapa prasangka bermunculan uncontrolable di dalam fikiran, mungkin Tuhan ingin memberikan pintu-pintu alternatif keistimewaan bagi manusia. Karena barang siapa yang mampu mengotrol dirinya untuk tidak mengumbar prasangka yang ada dibenaknya, maka akan mulia kedudukannya disisi Allah. Coba kita lihat kebanyakan orang yang suka melisankan prasangka buruknya, dia akan sangat detail dan sangat jeli atau bahkan sangat sensitif/peka dalam melihat kesalahan orang lain. Dan sebaliknya, mereka yang bisa mengontrol diri dalam lisannya biasanya sangat sensitif dengan kesalahan-kesalahan dirinya sendiri, sehingga mereka memiliki kebijaksanaan dan pemakluman yang sangat bersahaja.
Tulisan ini saya dedikasikan untuk diri sendiri, dengan penuh keinsyafan, saya bersaksi bahwa saya bukanlah orang yang bebas dari dosa dan khilaf, oleh karenanya saya mohon maaf kepada sesiapa saja yang mengenal saya atau yang tidak mengenal saya secara pribadi, dan pernah merasa tersakiti oleh lisan, perbuatan atau apapun bentuknya. Saya mohon maaf dari anda semua. Wallahu a’lam.
AS
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar