Selasa, 10 Januari 2012

komunitas "normal" vs komunitas "abnormal"

baru saja saya mengisi sebuah formulir keikutsertaan saya dalam satu organisasi. dalam formulir atau borang itu ada isian yang sepintas remeh tetapi kalau difikirkan lebih lama, ternyata cukup menarik untuk direnungkan lebih jauh.

isian yang saya maksud adalah kolom isian facebook, twitter dan pin BB. pada ketiga kolom itu saya isi sama, yaitu kosong. ya, saya tidak memiliki alamat facebook, twitter dan juga tidak memiliki blackberry.

setelah difikirkan lebih jauh, tiga perangkat itu, sepertinya menjadi perangkap wajib manusia modern yang fashionable dan up-to-date dengan kondisi terkini. manusia modern yang statusnya akan "normal" jika mereka memiliki 3 perangkat itu. artinya memiliki 3 perangkat itu memposisikan pemiliknya menjadi manusia lazim dan masuk dalam komunitas umum masyarakat modern.

zaman yang sudah menobatkan informasi sebagai "panglima" ini memang sangat-sangat wajar mensyaratkan facebook, twitter dan BB sebagai perangkat yang wajib dimiliki.

jika memang itulah syarat masuk dalam komunitas umum masyarakat modern, maka saya secara sadar mengambil posisi untuk tidak masuk dalam komunitas itu. apa alasannya? tidak ada alasan yang pasti, mungkin saya yang tidak memiliki cukup banyak waktu untuk setiap hari dealing dengan perangkat-perangkat itu, atau mungkin karena saya tidak begitu nyaman menunjuk-nunjuk dan menonjolkan eksistensi diri atau terjebak pada diskusi-diskusi tidak jelas dengan kalimat-kalimat status atau features yang lainnya. atau mungkin saya sangat sadar kemampuan diri, sehingga jalan terbaik bagi saya adalah menjaga jumlah eksposur terhadap cobaan dan godaan atas kerja-kerja utama saya.

meski saya tahu, akan banyak alasan pula bahwa perangkat itu dapat dijadikan alat menyebarkan kemanfaatan dan kebaikan. tapi seperti itulah posisi saya, mungkin itu refleksi kelemahan saya. wallahu a'lam. namun yang ingin juga saya sampaikan adalah, saya sendiri memiliki persepsi apa yang disebut masyarakat "normal". tentu berdasarkan paradigma dan keyakinan yang saya anut. masyarakat "normal" versi saya tentu akan dibangun pula atas perangkat-perangkat wajibnya, kelaziman pada sifat dan sikap, termasuk budaya prilaku baik sendiri maupun interaksi.

anda tentu juga memiliki alasan dan penyikapan sendiri terhadap 3 perangkat ini. sah-sah saja, wajar dan silakan menyikapinya. yang pasti setiap hal akan menjadi begitu nyaman untuk dilakukan jika dibalik itu ada sekian alasan yang kuat untuk membenarkan apa-apa yang dilakukan, dan kitapun nyaman dengan alasan-alasan tersebut.

1 komentar:

Willy Mardian mengatakan...

cuman masalah preferensi ustadz, justru di Timur Tengah banyak para Ulama dan Masyayaikh menggunakan twitter untuk memberikan kalimah2 bijak dan arif yang menyejukkan timeline twitter. kita suatu saat pasti kangen dengan tweet dari Ust Ali Sakti M.Ec :)