Kamis, 24 September 2009

Ekonomi Islam dan Perjuangannya


Saudara-saudaraku pemerhati dan pejuang ekonomi Islam, keimanan ternyata kualitasnya menginspirasi kualitas kontribusi dan komitmen kita dalam pembumian praktek-praktek ekonomi Islam. Keimanan sedikit banyak memberikan perspektif lebih dalam melihat hakikat sebuah perjuangan. Dan keimanan pula yang membuat hati akan lebih rela untuk berkorban dalam kerangka perjuangan itu.

Telah banyak pertanyaan yang dihadapkan pada saya terkait realita produk keuangan syariah yang relatif “mahal” dibandingkan produk konvensional. Atau kemudahan-kemudahan lain yang belum tersedia dalam industri keuangan syariah. Bagaimana menyikapi ini?

Terlepas dari berbagai jawaban yang telah saya tuliskan dan ungkapkan dalam berbagai kesempatan, tentang latar belakang mengapa persepsi diatas muncul atau fakta yang sebenarnya ada di lapangan, kali ini saya ingin menyampaikan perspektif yang lain, yang saya harapkan saudara-saudara lihat dari kacamata keimanan.

Slogan yang selalu diteriakkan setiap pejuang adalah “setiap perjuangan pasti membutuhkan pengorbanan”. Dan slogan ini sepatutnya bukan hanya sebatas slogan tapi sebaiknya kita rasakan realitasnya atau kita nikmati “manisnya”. Ustadz saya dulu pernah bilang, kemanisan iman itu hanya dapat dirasakan ketika ujian dan cobaan dari Allah sedang berlangsung atas diri kita.

Nah, perjuangan pembumian ekonomi Islam ini ternyata memiliki kemanisan-kemanisan tersendiri yang harus kita nikmati. Prinsip dan nilai moral harusnya menjadi modal kita dalam menikmati “kemanisan” itu. Apa saja bentuk kemanisan itu (atau mungkin kita masih bilang itu “pengorbanan” atau “kepahitan”)? Beberapa praktek keseharian bisa kita jadikan cermin, diantaranya:

1. Jika memang membeli rumah melalui bank syariah masih relatif mahal dibandingkan bank konvensional, padahal kalau melalui bank konvensional mungkin kita mampu membeli rumah yang sudah kita idamkan, bersabarlah karena ini ujian komitmen kita. Boleh jadi mengontrak rumah lebih baik bagi kita di sisi Allah daripada harus bersinggungan dengan riba untuk sekian tahun.


2. Jika memang kartu kredit membuat kita berpotensi bersinggungan dengan riba, paksakanlah diri kita untuk tidak akrab dengannya. Jika memang tanpa kartu kredit kita tidak mendapatkan berbagai fasilitas kemudahan dalam berbelanja dan berinteraksi ekonomi, bersabarlah karena apalah artinya semua kemudahan itu jika ia hanya topeng kemaksiatan yang telah digolongkan sebagai dosa besar ini.



3. Jika memang kartu ATM atau Debit bank syariah masih memiliki keterbatasan di sana-sini, bersabarlah karena masa perjuangan awal memang lazimnya membutuhkan lebih banyak pengorbanan.



Saudara-saudaraku, bukankah mereka yang berjuang sekaligus berkorban dalam mencegah kemaksiatan dan menghidupkan sunnah-sunnah Nabi, dimana manusia lain tidak peduli atau bahkan melakukan kemaksiatan dan mematikan sunnah, mereka akan mendapatkan pahala sederajad dengan pahala 100 mati syahid?

Mari masuk dalam barisan pejuang yang rela berkorban apa saja. Lihatlah semua ini dengan kaca mata keimanan. Singkirkan jauh-jauh hitung-hitungan untung dan rugi, mudah dan sulit, nyaman dan tidak nyaman. Kekecewaan, ketidaknyamanan, kesabaran kita semua akan dibalas Allah dengan syurga. Tugas kita selain memakmurkan ekonomi Islam ini adalah terus meningkatkan keimanan karena boleh jadi setelah kita lulus dari ujian dan cobaan yang satu, akan ada ujian dan cobaan lain yang menyambut di medan perjuangan ini. Bismillah.

Tidak ada komentar: