Pernahkah terfikirkan oleh kita bahwa rezeki yang terbatas merupakan kesengajaan Allah bagi kita sebagai sebuah tanda kasih sayang-Nya yang teramat dalam. Bahwa karir tidak pernah setinggi orang lain, rumah tidak pernah semegah tetangga sebelah, juga merupakan simbol kasih sayang yang teramat mulia dari Tuhan.
Tuhan seakan ingin mengatakan; Aku tidak ingin perhatianmu terbagi pada kekayaanmu, pada kesibukan karirmu, pada kemegahan rumahmu, atau apa saja yang bisa menjadi “saingan”-Ku. Tuhan ingin keutuhan konsentrasimu pada Tuhan dan jalan-jalan menuju pada-Nya.
Ya, kasih sayang Tuhan sebenarnya selalu bersama kita, tetapi ironisnya kita selalunya meronta dari “pelukan” kasih sayang itu. Lebih percaya dengan nafsu yang selalu lapar terhadap kenikmatan-kenikmatan.
Nah, unsur penting dalam ekonomi Islam salah satunya adalah keyakinan pada kasih sayang Tuhan ini. keyakinan bahwa Allah-lah yang berkuasa menentukan hasil dari semua upaya keras kita dalam kerja-kerja ekonomi. Dengan keyakinan ini maka logika-logika ekonomi modern sebagai rasionalitasnya boleh jadi tidak lagi relevan.
Dengan keyakinan ini, logika-logika yang berlaku adalah kombinasi logika langit dan logika bumi. Kita tahu bahwa bekerja akan membuka pintu rizki, tetapi keyakinan pada logika itu juga diikuti oleh logika langit yang mengatakan bahwa sedekah akan membuka pintu rizki berlipat ganda.
Dengan demikian, sepatutnya logika kesuksesan ekonomi juga mengkombinasi dua jenis logika ini; logika langit dan logika bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar