Pak Turnad:
Saya sangat sependapat dengan pemikiran uni Rahma mengenai persoalan di Timur tengah jika di kaitkan dengan situasi perekonomian tanah air. Memboikot beberapa produk manufaktur, makanan dan minuman, restoran, dll, yang berafiliasi ke sumber dana dari Israel and or US keliatannya memang harus di cermati hati2, karena sebagian besar juga, tenaga kerja yg bekerja di restoran2, supermarket, atau pabrik2 produk tersebut adalah umat muslim sendiri.
Saya,sebagai orang seorang dosen yang mendidik sarjana teknik, tentu prihatin sekarang ini karena banyak sekali pabrik2, industri, yang berbasis teknologi mengalami situasi suram, menyebabkan daya serap tenaga kerja menjadi anjlok, dan tingkat pengangguran meningkat tajam. Memboikot produk2 industri tadi keliatannya menjadi hal yang membuat situasi semakin runyam.
Mudah2n situasi global sekarang, dan kejadian terakhir di Palestina tidak membawa dampak yang semakin buruk bagi kehidupan dan kesejahteraan umat Islam.
Salam,
Mbak Rahmatina:
Kita sangat terkejut dan berduka cita atas tragedi kemanusiaan yang baru2 ini terjadi kembali di Palestina. Setelah beberapa saat saudara2 kita disana hidup dalam kondisi 'cukup tenang', tiba2 terjadi kembali kejadian yang memilukan ini.
Sebagai umat islam dan warga negara 'internasional' , tentunya tindakan Israel ini harus kita kutuk. Jika kita memiliki kuasa yang lebih, seyogyanyalah kita berbuat lebih pula untuk mendukung perjuangan saudara/i kita di Palestina. Dan akan lebih baik pula jika dukungan yang kita berikan disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan kita masing-masing.
Kita saat ini sama2 mengetahui bahwa Indonesia saat ini juga tengah didera berbagai permasalahan, antara lain meningkatnya pengangguran dan kemiskinan di tanah air tercinta. Dalam konstelasi ekonomi global saat ini, krisis di negara lain - apalagi negara yang punya hubungan ekonomi kuat dengan kita - mau tidak mau akan berimbas kepada kehidupan kita di Indonesia. Walau krisis keuangan global berawal di Amerika, sebagaimana yang sama2 kita saksikan, Indonesia (bahkan WNI di LN seperti Malaysia) turut menanggung akibatnya. Ribuan pengrajin kehilangan pekerjaan krn sepinya order, ratusan perusahaan manufaktur yang padat karya terancam di PHK krn ekonomi melambat. Mudah2an resesi tidak sampai pula ke kita.
Negara2 lain, seperti negara Timur Tengah, mungkin lain lagi masalahnya. Mungkin pengangguran dan kemiskinan tidak terlalu banyak, kesejahteraan (materi) cukup baik sehingga mereka bisa konsumtif dengan berbagai barang termasuk barang impor dari negara2 seperti AS. Mengurangi konsumsi, terutama 'bad consumption' sepertinya salah satu langkah yang sangat relevan disana.
Sudah seyogyanya lah dalam mendukung saudara2 kita di Palestina kita sesuaikan dengan kemampuan dan kondisi kita. Jangan sampai perbuatan baik kita justru memberi efek2 yang tidak diinginkan bagi saudara2 kita yang lain, karena kita hanya melihat pada satu sisi saja dan mengabaikan sisi lainnya...
Kita patut belajar dari Al-Jazeera misalnya. Ketika CNN seringkali berlaku bias dalam pemberitaannya, Al-Jazeera tampil sebagai alternatif pemberitaan yang lebih imbang dan 'adil' dalam pemberitaannya. Alhamdulillah sekarang mata dunia lebih terbuka lagi, mendapatkan pemberitaan yang lebih fair, dan kemudian menilai dan bertindak lebih baik dan bijaksana...
Karena itu, mari kita dukung perjuangan saudara2 kita di Palestina sekaligus kita majukan ekonomi nasional sebagai bagian dari jihad ekonomi kita. Bisa jadi dengan mendukung produk2 dalam negeri, 'shift' dari produk2 yang 'nilai tambah'nya untuk ekonomi nasional dan global rendah, perjuangan di parlemen dan di parlemen jalanan, dll. Akan sangat baik kalau semua upaya tersebut bisa 'disatukan' dan diarahkan agar dunia internasional, khususnya PBB dan negara2 Arab, bisa bertindak lebih tegas. Bentuk misi perdamaian, berikan sanksi yang lebih tegas dan formal pada Israel. Teman2 yang di HI mungkin lebih paham mengenai hal ini.
Akhir kata, mohon maaf jika kurang berkenan.
Wallahu alam bis sawwab...
Ali Sakti:
terima kasih atas respon yang spesifik membahas efek dan transmisi ekonomi sebagai akibat dari tindakan boikot. tapi apakah seperti itu logikanya? bukankah struktur usaha indonesia lebih berada di UMKM (98%) dengan pelaku pasar yang tentu dominan domestik. boikot secara jangka pendek di bidang ekonomi betul akan menghantam industri mapan multinasional, dan harapannya ada konversi pada konsumsi produk subtitusi domestik. pada skala makro, pendekatan flying geese formation akan terbentuk dalam waktu yang lebih cepat memanfaatkan agenda boikot (who knows). disamping secara politik akan membangun kepercayaan diri dan harga diri agama dan bangsa.
terlebih lagi kondisi krisis saat ini memang memaksa perekonomian masing-masing negara berkonsentrasi pada perekonomian domestiknya. dan lebih jauh dari itu, negara-negara harus melakukan effort yang lebih dalam mengeksplorasi perekonomian domestiknya. dengan populasi yang besar, Indonesia memiliki kelebihan yang tidak dimiliki negara lain di kawasan Asia Tenggara.
pada tingkat tertentu ekonomi Islam harus menghantarkan ummat pada kemandirian. perekonomian harus dibangun dalam bingkai kehormatan disamping kesejahteraan fisik ekonomi. sehingga tentu dialektika dua kepentingan ini akan semakin jelas pada masa mendatang mengingat ekonomi yang hendak dibangun dipastikan akan melibatkan moral dalam pembangunannya.
dengan demikian, dalam jangka panjang boikot menjadi salah satu elemen (mungkin juga waktunya memang tepat untuk melakukan boikot) menuju kemandirian ekonomi dan ummat.
wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar