Sejarah menunjukkan bagaimana peristiwa-peristiwa penting berupa pergolakan-pergolakan sosial terjadi akibat hubungan yang tidak berjalan baik antara dua golongan masyarakat, yaitu golongan kaya dan miskin. Atau setidak-tidaknya pergolakan sosial selalu dihubungkan dengan isu ketimpangan antara dua golongan tersebut. Bahkan dinamika kehidupan manusia pada berbagai aspeknya tidak bisa lepas dari konflik dari dua golongan ini. Bagaimana Islam melihat masalah ini? Dan bagaimana konsep Islam terimplementasi dalam perekonomian?
Islam memandang kedua golongan tersebut dengan proporsional dan adil. Keduanya memiliki spesifikasi dan keistimewaannya sendiri-sendiri. Anjuran-anjuran untuk menjadi kaya secara implicit dan eksplisit sudah tertuang dalam firman Tuhan dan sabda Nabi. Begitu juga bagi golongan miskin, tidak kalah kemuliaan bagi mereka seperti juga di khabarkan di Qur’an dan Sunnah. Keduanya bukan kemudian berkompetisi dalam bentuk konflik sosial, berebut suara bentuk tuntutan-tuntutan hak dan kewajiban. Seperti apa kemuliaan keduanya dan bagaimana interaksi mereka?
Ketika seruan Nabi menyatakan bahwa “manusia yang terbaik diantara kalian adalah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lain”, maka golongan kaya dari masyarakat menjadi golongan yang paling berpotensi untuk menjadi manusia yang terbaik dari manusia baik yang ada. Itu mengapa Nabi juga pernah mengatakan “Orang-orang kaya telah meraih pahala (yang banyak)… .” Karena dengan hartanya mereka memiliki kemampuan untuk memaksimalkan kemanfaatan dirinya dan kemudian tampil menjadi manusia terbaik. Semakin banyak hartanya semakin melimpah kemanfaatan dirinya, sehingga semangat mencari harta semakin meninggi untuk motif tersebut.
Sementara itu, golongan miskin dimuliakan ketika mereka berpegang pada teguh pada Islam dengan segala kesabaran, menjaga harga diri dan kehormatannya, sehingga status ekonominya tidak membatasi mereka dalam beribadah, bermuamalah dan beramal secara maksimal. Ketika ditanya mengapa Sahabat Barra bin Malik sedikit tidak memperbaiki kondisi hidupnya dengan mengambil haknya dari ghanimah-ghanimah perang yang diikutinya atau sekedar meminta kepada Allah karena doa lisannya yang selalu diijabah, beliau dengan santun beralasan kalau beliau selalu teringat-ingat sabda manusia kesayangannya Rasulullah SAW; di akhirat akan ada golongan manusia pertama dan utama yang akan masuk ke syurga yaitu golongan miskin yang istiqomah.
Artinya, dalam Islam golongan miskin boleh jadi adalah realitas ekonomi, tetapi kehormatan dan kemuliaan Islam sangat mungkin menjadi motivasi mereka memelihara kemiskinan. Bahkan beberapa diantara mereka menghalangi dirinya menerima sedekah demi menjaga kesucian perjuangan, dan pengorbanan mereka. Duh, betapa generasi itu sudah punah di zaman ini.
Lihatlah saudara-saudara, orang kaya yang zuhud dengan hartanya dan orang-orang miskin qona’ah dengan keadaannya, mereka berhubungan dan bergaul dengan berpedoman pada prinsip memaksimalkan kemanfaatan diri dan penjagaan kehormatan. Pergaulan yang penuh berkah dan hikmah, yang didalamnya tidak memiliki nilai apapun kecuali nilai ibadah bagi keduanya. Kesahajaan, keteduhan dan kesantunan menjadi warna pergaulan ekonomi Islam.
Kepada saudara-saudara, apapun posisi anda, apapun status sosial ekonomi anda, mari kita wujudkan kembali bentuk dan warna pergaulan itu. Kita berikan nuansa baru bagi dunia, kita tunjukkan pada mereka seperti apa Islam sebenarnya dalam pergaulan ekonomi. Tapi pergaulan itu membutuhkan manusia-manusia kaya dan miskin yang memahami betul-betul akidah dan akhlak Islam, meresapi Islam dengan utuh, pengetahuan sepenuhnya menjadi prilaku. Oleh sebab itu, mari sisihkan waktu untuk duduk di majelis-majelis ilmu pengkajian Islam, mari sisihkan tenaga untuk ikut dalam langkah-langkah dakwah dimanapun dan dalam bentuk apapun.
Wallahu a’lam
Ali Sakti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar