Selasa, 29 Desember 2009

sosok manusia ekonomi Islam yang ideal


Tidak membosankan bagi saya membaca dan memaklumatkan kisah-kisah orang mulia terdahulu. Dimana kisah itu menghimpun prilaku-prilaku "aneh" dari kaca-mata budaya akhir zaman. Rasa aneh itu sebenarnya merefleksikan tingkat kualitas keimanan atau kuatnya ikatan hati manusia dengan dunia, dengan logikanya dan dengan kemegahannya.

Kisah di bawah ini saya cuplik dari web eramuslim.com. Kisah tentang seorang yang pernah menggetarkan manusia dan menggentarkan syetan, meskipun ia bukanlah Nabi. Karena ia bukan Nabi, maka beliau menjadi pembantah bagi argumen bahwa kemuliaan manusia tidak bisa segitu tinggi, karena ternyata manusia biasa yang bukan Nabi mampu mencapai kemuliaan itu, dimana harum namanya baik bagi penghuni bumi maupun langit.

Beliau adalah Umar bin Khattab. Padanya anda akan lihat semangat kuat mencari harta tetapi pada saat yang sama beliau menunjukkan sifat kezuhudan tiada tara. Inilah satu dari banyak keanehan yang anda akan rasakan. Bagaimana mungkin satu pribadi memiliki cerita yang bertolak belakang, kontradiktif pada fakta-fakta hidupnya. Satu sisi ia kaya raya, tetapi pada satu sisi lainnya ia begitu sederhana sampai-sampai makannya hanya dengan roti dan garam atau minyak zaitun. sementara pakaiannya bertambal-tambal, dan alas tidurnya hanyalah tikar.

Inilah sosok manusia ekonomi Islam yang ideal yang harus menjadi contoh manusia akhir zaman, khususnya bagi mereka yang sudah mewakafkan dirinya untuk perjuangan Islam di medan ekonomi.

Silakan baca:

Seberapa Kaya Umar bin Khattab?

Selama ini, kita hanya mengetahui bahwa hanya ada dua sahabat Rasul yang benar-benar sangat kaya, yaitu Abdurrahman bin Auf dan Ustman bin Affan. Namun sebenarnya, sejarah juga sedikit banyak seperti “mengabaikan” kekayaan yang dipunyai oleh sahabat-sahabat yang lain.

Ingat perkataan Umar bin Khattab bahwa ia tak pernah bisa mengalahkan amal sholeh Abu Bakar? Itu artinya, siapapun tak bisa menandingi jumlah sedekah dan infaqnya Abu Bakar As-Shiddiq.

Lantas, bagaimana dengan kekayaan Umar bin Khattab sendiri? Khalifah setelah Abu Bakar itu dikenal sangat sederhana. Tidur siangnya beralaskan tikar dan batu bata di bawah pohon kurma, dan ia hampir tak pernah makan kenyang, menjaga perasaan rakyatnya. Padahal, Umar adalah seorang yang juga sangat kaya.

Ketika wafat, Umar bin Khattab meninggalkan ladang pertanian sebanyak 70.000 ladang, yang rata-rata harga ladangnya sebesar Rp 160 juta—perkiraan konversi ke dalam rupiah. Itu berarti, Umar meninggalkan warisan sebanyak Rp 11,2 Triliun. Setiap tahun, rata-rata ladang pertanian saat itu menghasilkan Rp 40 juta, berarti Umar mendapatkan penghasilan Rp 2,8 Triliun setiap tahun, atau 233 Miliar sebulan.

Umar ra memiliki 70.000 properti. Umar ra selalu menganjurkan kepada para pejabatnya untuk tidak menghabiskan gajinya untuk dikonsumsi. Melainkan disisakan untuk membeli properti. Agar uang mereka tidak habis hanya untuk dimakan.

Namun begitulah Umar. Ia tetap saja sangat berhati-hati. Harta kekayaannya pun ia pergunakan untuk kepentingan dakwah dan umat. Tak sedikit pun Umar menyombongkan diri dan mempergunakannya untuk sesuatu yang mewah dan berlebihan.

Menjelang akhir kepemimpinan Umar, Ustman bin Affan pernah mengatakan, “Sesungguhnya, sikapmu telah sangat memberatkan siapapun khalifah penggantimu kelak.” Subhanallah! Semoga kita bisa meneladani Umar bin Khattab. (sa/berbagaisumber/Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khattab/khalifa)

Tidak ada komentar: