Ada beberapa fakta yang membuat saya berfikir lebih dalam tentang hakikat bencana ini. Beberapa pemandangan kehancuran akibat gempa dan situasi masyarakat pedesaan sekitar Padang Pariaman membuat hati saya campur aduk. Banyak fenomena lapangan yang mungkin luput dari kaca mata hati, tetapi boleh jadi menjadi informasi paling berharga yang ingin disampaikan Tuhan kepada kita semua.
Saya melihat kehancuran yang unik di daerah Tandikek, kecamatan Patamuan Kabupaten Padang Pariaman. Rumah-rumah di area kaki bukit kehancurannya 60% sampai 95%, tetapi di area puncak bukit rumah dan bangunan lain masih berdiri utuh.
Kenapa ya? Fikir saya mungkin ada hubungannya dengan pemandangan yang sangat vulgar dimana warung-warung kecil hingga di pedesaan menjual minuman-minuman keras. Lihat saja di pinggir-pinggir jalan kabupaten padang pariaman. Wallahu a’lam.
Saya pun memperhatikan kebanyakan masjid di pedesaan rusak dan rubuh, sementara rumah-rumah bidan desa rata-rata masih berdiri tegak, minimal hanya mengalami retak-retak pada dinding. Ada apa ya? kawan saya berseloroh itu karena penghuninya sangat bermanfaat bagi penduduk desa.
Sedangkan masjid di pedesaan itu kebanyakan tidak “makmur”, jamaahnya sedikit. Memang masjid di desa-desa jumlahnya tidak bisa dibilang proporsional, jumlahnya jelas terlihat berlebih. Masjid (atau dikenal mushallah disana) jaraknya berdekatan sehingga satu desa memiliki beberapa masjid, bahkan saya menyaksikan ada dua masjid yang bersebelahan di suatu desa.
Di kota padang pemandangan itu juga terlihat, bagaimana Masjid besar Nurul Iman berdiri kokoh sementara di seberangnya pertokoan tiga lantai ambruk, tidak terlihat lagi lantai dasarnya. Hotel ambacang yang memiliki tiang-tiang beton yang tebal harus rubuh sementara gedung kantor BNI yang banyak kaca dan letaknya persis disebelahnya masih berdiri tegar tanpa ada kaca yang pecah.
Gedung-gedung yang amblas lantai satunya dengan menyisakan lantai di atasnya menjadi pemandangan yang menarik, karena jumlahnya cukup banyak. Istilah saya untuk gedung-gedung ini adalah”gedung yang bersujud.” Karena tidak sedikit posisi gedung itu “nungging.”
Saya melihat kehancuran yang unik di daerah Tandikek, kecamatan Patamuan Kabupaten Padang Pariaman. Rumah-rumah di area kaki bukit kehancurannya 60% sampai 95%, tetapi di area puncak bukit rumah dan bangunan lain masih berdiri utuh.
Kenapa ya? Fikir saya mungkin ada hubungannya dengan pemandangan yang sangat vulgar dimana warung-warung kecil hingga di pedesaan menjual minuman-minuman keras. Lihat saja di pinggir-pinggir jalan kabupaten padang pariaman. Wallahu a’lam.
Saya pun memperhatikan kebanyakan masjid di pedesaan rusak dan rubuh, sementara rumah-rumah bidan desa rata-rata masih berdiri tegak, minimal hanya mengalami retak-retak pada dinding. Ada apa ya? kawan saya berseloroh itu karena penghuninya sangat bermanfaat bagi penduduk desa.
Sedangkan masjid di pedesaan itu kebanyakan tidak “makmur”, jamaahnya sedikit. Memang masjid di desa-desa jumlahnya tidak bisa dibilang proporsional, jumlahnya jelas terlihat berlebih. Masjid (atau dikenal mushallah disana) jaraknya berdekatan sehingga satu desa memiliki beberapa masjid, bahkan saya menyaksikan ada dua masjid yang bersebelahan di suatu desa.
Di kota padang pemandangan itu juga terlihat, bagaimana Masjid besar Nurul Iman berdiri kokoh sementara di seberangnya pertokoan tiga lantai ambruk, tidak terlihat lagi lantai dasarnya. Hotel ambacang yang memiliki tiang-tiang beton yang tebal harus rubuh sementara gedung kantor BNI yang banyak kaca dan letaknya persis disebelahnya masih berdiri tegar tanpa ada kaca yang pecah.
Gedung-gedung yang amblas lantai satunya dengan menyisakan lantai di atasnya menjadi pemandangan yang menarik, karena jumlahnya cukup banyak. Istilah saya untuk gedung-gedung ini adalah”gedung yang bersujud.” Karena tidak sedikit posisi gedung itu “nungging.”
Semoga Allah buka pintu hati semua orang, sehingga bencana ini membuat banyak orang menjadi manusia yang lebih baik.
Oh iya, bagi politisi, ada spanduk khusus yang ditujukan bagi anda di pertigaan jalan daerah Patamuan, tulisan spanduk itu "KEMANA PARTAIKU?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar