Seorang kawan yang sekaligus pakar ekonomi mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan time value of money adalah: "People will prefer current consumption over future consumption with the same amount" or" if people have alternative of consuming X now, he will only choose consumption in the future unless the consumption is (1+R)X where R is his/her rate o ftime preference". Ini inti dari konsep time preference, dan ini esensi dari istilah "time value of money" atau "economic value of time" dalam economics.
Sebelumnya saya ditanya apakah ada konsep itu dalam Islam. Jawaban saya kurang lebih seperti apa yang saya tulis sebelum tulisan ini (Seri Akhlak Ekonomi Islam: Time Value of Money). Kawan saya kemudian mencoba menyederhanakan konsep time value of money dengan mengungkapkan definisi seperti yang tertera di atas, dan menanyakan kembali apakah ada konsep itu di ekonomi Islam, saya cuma bilang kalau saya ditraktir makan saat ini atau nanti ya sama saja, asal lagi lapar J.
Tetapi esensi definisi yang diungkapkan oleh kawan di atas itu, terkesan terlalu menyederhanakan, karena tidak mempertimbangkan kondisi lingkungan atau pertimbangan-pertimbangan lainnya. Manusia mandiri tanpa akhlak, tanpa nilai dan norma agama yang dapat menentukan prilaku ekonominya. Oleh sebab itu, terlintas dalam benak saya, kalau definisi itu mungkin tepat dalam Islam jika konsepnya diganti menjadi time value of good deeds.
Dengan begitu, saya akan sangat lega jika statement diatas berubah menjadi "People will prefer current good deeds over future good deeds with the same volume" J. Dan kepuasan saya ditutup dengan ingatan pada cerita kesederhanaan seorang sahabat Nabi.
Ada satu cerita klasik yang sedikit-banyak punya makna menyikapi isu time value of money, cerita tentang kehidupan sahabat Nabi bernama Umair. Beliau pada masa Umar bin Khattab ditunjuk sebagai Gubernur. beliau menjadi Gubernur begitu jujur dan sederhana. Kondisi sebelum dan sesudah menjadi Gubernur relatif sama, beliau miskin terhadap harta.
pada masa pensiun, Umar bin Khattab ingin memberikan hadiah sebagai rasa prihatin dan penghargaan Beliau kepada Umair, berupa sekantung uang dinar dan beberapa lembar kain. begitu Umair menerima dua barang pemberian itu, Beliau langsung bergegas menemui Umar, dan dihadapan pemimpinnya itu Umair berkata;
"Wahai pemimpinku, terima kasih atas perhatian dan penghargaanmu, tetapi ini aku kembalikan pemberianmu berupa uang, karena mungkin masih banyak orang yang membutuhkan. sementara untuk keluargaku, aku masih memiliki sekian banyak gandum yang dapat memenuhi kebutuhan keluargaku 2-3 hari kedepan. sedangkan pemberianmu berupa kain aku terima, karena hampir-hampir saja istriku dirumah telanjang karena kekurangan pakaian."
2 komentar:
Tulisan anda bagus2. Boleh tukeran link-nya. Saya tunggu jawabannya ya. Salam kenal M.Ei Azzahra
silakan. dengan senang hati. salam kenal juga :-)
Posting Komentar