Mungkin bukan sebuah kebetulan, ditengah fenomena yang menjadi simbol runtuhnya pemikiran neo-klasik, tokoh ekonomi keynesian mendapatkan penghargaan tertinggi yaitu Nobel di bidang ekonomi. Apakah ini menjadi sinyal, bahwa ekonomi dunia akan memiliki skenario yang berbeda pasca krisis keuangan global? Apakah Era keemasan Keynesian akan kembali setelah terkubur lebih dari tiga dekade oleh kritikan pedas Milton Friedman? Kita yang akan menjadi saksi.
Bagaimana dengan ekonomi Islam? Dapatkah ia mencuri momen ditengah kebingungan filusuf ekonomi modern dalam menemukan ruh ekonomi? Selama ini ekonomi modern tidak pernah memiliki ruh apapun kecuali keserakahan dan keserakahan. Ia hidup dari dan untuk keserakahan. Sewajarnya ia sudah punah sejak dulu, tetapi kelicikan akal manusia masih terus mampu menambah usianya.
Beralih dari satu titik ekstrim ketitik ekstrim berikutnya boleh saja dikatakan penyegaran sistem, tetapi hakikatnya sistem ekonomi ini sudah kehilangan daya topang untuk hidup. piranti-piranti systemnya sudah jenuh menahan beban yang berlebih. Credit system dengan bunga dan prilaku spekulasi sudah terlalu mengakar, memberikan hadiah jerat utang bagi negara-negara berkembang, pengangguran, kemiskinan, ketimpangan ekonomi, kesenjangan sosial.
Sementara prilaku serakahnya meninggalkan jejak paradok-paradok pembangunan ekonomi. Di satu belahan dunia terlihat manusia-manusia obesitas, budaya bertelanjang terjadi karena sudah muak dengan kemapanan, mengkonsumsi barang bukan lagi dimotivasi keinginan apalagi kebutuhan tapi hanya karena bosan dengan barang lama yang baru kemarin dibeli. Dan pada ketika yang sama ada satu bangsa tak mengenal apa itu keinginan, karena sejak lahir mereka hanya tahu bahwa hidupnya hanya di garis antrian untuk semua kebutuhan.
Ekonomi Islam hadir bukan hanya sekedar untuk urusan perut. Ia hadir untuk memuliakan manusia dengan nature kemuliaan yang ia bawa ke dunia. Ekonomi Islam bukan sebuah pemikiran yang perlu dibangga-banggakan untuk diteorikan. (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar