Krisis keuangan Amerika kini confirmed telah meluas menjadi krisis keuangan global. Program bailout sebesar USD 700 billion tidak bermakna apa-apa. Program itu gagal meningkatkan kepercayaan para pelaku pasar pada upaya stabilisasi. Hal ini juga merupakan sinyal yang sangat jelas bahwa krisis belum mencapai dasarnya (bottom), artinya krisis ini belum akan mereda dalam waktu dekat. Beberapa bulan lalu ekonom Amerika ada yang mengatakan bahwa krisis keuangan Amerika akan mengantarkan perekonomian Amerika pada situasi resesi atau bahkan depresi yang diikuti oleh kondisi hiperinflasi seperti yang pernah dialami jerman sebelum perang dunia kedua. Dan sepertinya perkiraan itu sangat terbuka kemungkinannya dengan perkembangan perekonomian Amerika saat ini.
Tanda-tanda kekacauan keuangan dunia mulai membayangi ketika pada hari pertama pekan ini semua pasar modal di Amerika, Eropa, asia dan beberapa emerging market countries di Amerika Selatan rontok, dimana kejatuhan pasar mencatatkan rekor yang fantastis. Dow Jones sebagai episentrum pasar modal dunia jatuh mencapai 800,06 poin, meskipun kemudian ditutup dengan kejatuhan akhir 350 poin. Namun angka indeks Dow Jones menunjukkan angka terburuknya dalam 4 tahun terakhir yaitu berada di bawah angka 10.000.
Sementara itu di Eropa, pasar modal London mencatat rekor kejatuhan terburuk dalam sehari yang mencapai penurunan 8%. Sedangkan german dan Prancis masing-masing ditampar dengan kejatuhan pasar modal sebesar 7% dan 9%. Pasar modal Emerging market seperti Rusia, Argentina dan Brazil juga mengalami keterpurukan yang sangat buruk yaitu 15%, 11% dan 15%.
Pada tingkat kebijakan Jerman melakukan “u-turn” setelah bersama pemimpin Eropa lainnya menyepakati tidak akan mengikuti style Amerika yang melakukan bailout terhadap industry keuangannya yang jatuh. Jerman terkesan “berkhianat” terhadap kesepakatan itu dengan melakukan bailout terhadap perusahaan mortgage terbesar kedua-nya yaitu Hypo Real Estate sebesar € 50 billion. Di Prancis sendiri BNP Paribas berkomitmen untuk mengambil 75% stake salah satu bank bermasalah Eropa yaitu Bank Fortis NV.
Sedangkan Swedia dan Denmark mengikuti langkah Irlandia dan Inggris untuk meningkatkan jumlah saver’s deposits yang dijamin oleh pemerintah, yang notabene merupakan style Amerika dalam menanggulangi krisis keuangannya. Peningkatan jumlah simpanan yang dijamin pemerintah Amerika dari USD 100,000 menjadi USD 250,000 merupakan salah satu klausul yang direvisi dari program bailout USD 700 billion. Hal ini menunjukkan bahwa kesepakatan yang dilakukan oleh Negara-negara Eropa tersebut rapuh, bahkan kondisi perbedaan kebijakan yang diambil masing-masing otoritas menimbulkan rasa saling tidak percaya diantara pemimpin Eropa menyikapi keterpurukan industry keuangan mereka.
Bagaimana dengan Asia? Bahwa krisis sudah menjalar dan menjadi cancer di Eropa itu sudah sangat jelas terlihat, tetapi sangat besar kemungkinan cancer krisis keuangan tersebut merambat ke pasar Asia. Mengikuti kecenderungan global pasar Asia juga mengalami “tamparan yang sama, Jepang turun 4,25%, Korea 4,3%, Hong Kong 5% dan Australia 3,4%. Sementara di Indonesia IHSG pada senin (6 Sept 2008) kemarin terjun bebas 10,03%.
Dengan fakta ini jelas sekali bahwa drama krisis keuangan memasuki tingkat keterpurukan yang lebih dalam, yaitu berubahnya infeksi pada pasar diluar US menjadi krisis keuangan sesungguhnya di pasar-pasar keuangan global.
Berdasarkan perspektif ekonomi Islam, seberapa buruk krisis ini menghancurkan perekonomian sebuah Negara, tergantung pada struktur ekonominya masing-masing, khususnya sejauh mana perkembangan dua sektoral besar ekonomi, yaitu keuangan dan riil. Dikotomi keduanyalah yang menjadi awal indikasi krisis keuangan akan selalu menerpa perekonomian. Semakin besar industry keuangan menyedot uang beredar dan meninggalkan sector riilnya pada kondisi yang minimum, maka diyakini perekonomian tersebut akan merasakan krisis keuangan lebih besar.
Menyikapi kondisi krisis keuangan ini, ada satu isu yang mungkin ringan namun terlalu berharga untuk dilewatkan yaitu kerancuan menggunakan istilah investor dalam dunia keuangan. Banyak kalangan sudah menisbahkan sesiapa, baik individu maupun unit bisnis, yang “bermain” di pasar keuangan adalah investor. Padahal harus dibedakan siapa genuine investor dan siapa speculator berdasarkan motif mereka terjun di pasar. Karena efek aktifitas investor dan speculator pada akhirnya akan berefek beda terhadap pasar. Investor akan lebih berefek pada pengembangan volume ekonomi yang mendukung pertumbuhan ekonomi, sementara speculator yang menggelembungkan pasar keuangan lebih berpengaruh positif dengan meningkatkan kepercayaan pasar terhadap kondisi perekonomian sebuah Negara, tidak pada perekonomian riilnya.
Kenyataannya prilaku dominan dari pelaku pasar di sector keuangan ini bukanlah berinvestasi dalam definisi genuine-nya. Prilaku yang jelas terlihat adalah aktifitas berspekulasi untuk mencari monetary gain dari pergerakan harga produk-produk keuangan, stocks, bonds dan derivatives. Oleh sebab itu sejak awal saya menekankan penempatan istilah-istilah ekonomi berdasarkan kaidah, definisi, aplikasi dan konsepsi ekonomi yang dianut terlebih dahulu dalam pembangunan ekonomi, khususnya Ekonomi Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar