Assalamu'alaikum wr.wb.
Bapak,saya ingin mengajukan pertanyaan lagi tentang wakaf tunai,
1. Berdasarkan Jurnal Islamic Bussiness and Economy disebutkan : "Dari perspektif teori ekonomi makro, instrumen wakaf bisa dimasukkan ke dalam instrumen fiskal yaitu sebagai sumber penerimaan dan pengeluaran pemerintah....Sedangkan pengeluaran pemerintah merupakan fungsi dari wakaf tunai serta penerimaan pajak sehingga perubahan pada investasi atau pengeluaran pemerintah akan mengubah pula posisi pendapatan nasional."Yang ingin saya tanyakan adalah mengapa hal yang disebutkan berbeda dengan teori ekonomi yang saya pahami, di mana G merupakan variabel eksogen yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain.
>Wakaf (Wf) dapat saja dianggap sebagai variabel fiskal mengingat mekanisme pengelolaannya (idealnya) dilakukan oleh pemerintah (Wf kan dikelola oleh baitul mal dimana baitul mal merupakan treasury house of the state), tetapi faktor penggeraknya dan penggunaannya berbeda dengan pajak atau zakat, dimana pajak/zakat sifatnya wajib dan dipaksa oleh negara untuk memastikan ketersediaan sumber dana untuk G serta penggunaannya relatif bebas tergantung preferensi negara, sementara Wf lebih digerakkan oleh keimanan para pemilik harta (warga) dan penggunaannya untuk kepentingan publik (kelompok masyarakat yang membutuhkan) berupa infrastruktur atau fasilitas publik. sehingga ketika jurnal tersebut meletakkan Wf sebagai variabel fiskal bisa saja dimasukkan ke G dengan merubah nature G yang autonomous. saya sendiri memasukkan Wf pada variabel I (investasi) dengan melihat karakteristik penggunaannya (bukan pengelolannya). dengan begitu Investasi menjadi I (total) = I (swasta) + I (sosial/Wf) + I (govt).
2. Berdasarkan referensi dari Bapak tentang Peran Wakaf dalam Makroekonomi, saya masih sulit untuk memahami grafik pasar investasi dalam moneter Islam. Jadi, apa boleh menjelaskan dalam power point saya nanti menggunakan grafik IS-LM, di mana ketika Investasi naik yang berasal dari dana wakaf tunai maka akan menggeser kurva IS ke kanan. Akibatnya adalah peningkatan pendapatan nasional dengan asumsi ceteris paribus. Hal tersebut merupakan indikator terjadinya pemerataan pembangunan/
>memasukkan logika aplikasi ekonomi Islam dalam konsep IS LM menjadi kurang pas, mengingat IS-LM sendiri secara teori konvensional sudah terbukti tidak relevan, apalagi digunakan dalam menjelaskan keseimbangan umum dalam ekonomi Islam. pertanyaan mendasar saja yang perlu dijelaskan: apa yang menjadi harga keseimbangan pengganti i (interest rate)? rate bagi hasil? samakah nature i dengan rate bagi hasil? seperti apa model LM-nya? bukankah memadankan LM dan IS berarti menyetarakan moneter dan riil? padahal dalam Islam aktifitas moneter hakikatnya mendukung riil, artinya moneter ada jika riil ada sehingga ia tidak setara. sehingga moneter hanyalah sektor pendukung dari perekonomian puncak yaitu perekonomian single sector (real sector). Lebih lengkapnya lihat tayangan yang saya punya (Islamic Economics) khususnya pada pembahasan keseimbangan umum.
3. Apa persamaan antara istilah wakaf tunai dengan wakaf uang. Berdasarkan literatur dan masukan dari berbagai pihak ternyata penggunaan istilah Sertifikat Wakaf tunai adalah kurang tepat untuk menggambarkan pengumpulan uang dalam wakaf tersebut.
>memang tepatnya menggunakan istilah wakaf uang, karena setiap wakaf selalunya dibayarkan tunai, baik uang maupun barang. ga ada kan wakaf yang dibayarkan dengan cicilan atau utang :)
4. Dalam melakukan investasi dana wakaf di sektor riil tentunya ada risiko kerugian. Padahal dalam prinsip wakaf menyebutkan bahwa nilai pokok wakaf tidak boleh berkurang. Apakah dengan bekerja sama dengan lembaga penjamin syariah (asuransi swasta atau dari pemerintah). Apakah ada lembaga wakaf di Indonesia yang sudah melakukannya?
>wakaf uang yang populer memang dikelola dengan melakukan investasi di sektor "keuangan" seperti beli saham, atau diinvestasikan ke projek lain yang menguntungkan atau memberikan monetary gain. dan dari keuntungan investasi itu, diberikanlah secara uang/tunai kepada sesiapa yang membutuhkan. saya sendiri cukup berhati-hati dalam menyikapi pengelolaan seperti ini. karena saya berpedoman pada karakteristik dasar pengelolaan harta wakaf (definisi, nature akad, contoh aplikasi masa Islam klasik) dimana manfaat wakaf sepatutnya dari harta asli wakaf tersebut, bukan hasil dari pengelolaan harta wakaf. oleh sebab itu, saya berprinsip penggunaan akumulasi wakaf uang tersebut sepatutnya dibatasi pada pembangunan awqaf properties (fasilitas/infrastruktur publik) seperti jalan, masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan. namun bisa saja transaksi penggunaan wakaf uang tersebut dilakukan menggunakan akad qardh atau mudharabah antara nadzir dan komunitas masyarakat tertentu yang membutuhkan (detailnya lihat tulisan saya tentang wakaf uang). dengan begitu nature wakaf tetap terjaga dan manfaatnya betul-betul juga terjaga untuk dinikmati oleh masyarakat yang membutuhkan. bayangkan jika dana wakaf digunakan investasi, akan ada 2 masalah dasar yang mungkin menjadi pertanyaan besar:
1. jika diinvestasikan berarti ada waktu yang dibutuhkan untuk menunggu investasi tersebut memberikan return.
2. bagaimana jika sebelum memberikan return projek investasi tersebut rugi; implikasinya dana wakaf berkurang/hilang, kalaupun di asuransi, berarti return juga pasti tak ada, dan semakin menambah waktu masyarakat yang membutuhkan belum bisa menikmati wakaf tersebut.
sementara melibatkan asuransi atau tidak ini tergantung keyakinan diawal tadi. saya sendiri hingga saat ini menempatkan diri untuk tidak sependapat dengan pengelolaan wakaf uang yang populer tersebut, dengan beberapa alasan, diantaranya 2 alasan diatas. sejauh ini saya belum tahu apakah lembaga pengelola dana wakaf ada yang melakukan asuransi pada dananya. demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar