Ada yang menarik untuk diperhatikan disela-sela riuh rendahnya global financial crisis yang tengah berlangsung ini. Diantaranya adalah parameter krisis yang ditampilkan atau dirujuk oleh semua pihak yaitu indeks bursa di pasar modal. Bursa sendiri berasal dari nama seorang pedagang Belgia yakni Van Der Bourse, dimana hotel yang dimilikinya di kota Bruges - Belgia menjadi tempat bertemunya para pedagang di kota tersebut (Syahatah & Fayyadh 2004).
Mengapa bursa menjadi parameter krisis keuangan? Padahal kalau mau dicermati, indeks bursa pasar modal yang meningkat seringkali tidak mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang meningkat pula. Lihat saja performa Bursa Efek Indonesia (BEI) yang sebelum ini pertumbuhannya diakui diantara yang terbaik di Asia, bahkan pertumbuhannya setelah krisis keuangan 1997/98 telah berlipat ganda, tetapi pertumbuhan ekonomi tidak menunjukkan peningkatan yang sama. Sebaliknya ketika Indeks Bursa terjun bebas apalagi secara masif di beberapa negara, seperti yang terjadi saat ini, perekonomian relatif ambruk. Kalau begitu apa manfaatnya bursa kalau cuma seperti itu?
Ssingkatnya, bursa pada awalnya diharapkan menjadi tempat bertemunya para pemodal dengan pengusaha yang membutuhkan modal (genuine investment transaction. Namun karena transaksi kerjasama itu dilakukan menggunkaan sertifikat akhirnya berkembang pula transaksi selanjutnya yaitu transaksi yang memperjual-belikan sertifikat tersebut dengan motivasi monetary gain dari selisih harga jual dan beli. Akhirnya yang memasuki bursa bukan lagi sekedar pemodal dan pengusaha tetapi juga para spekulator pemburu "spread harga". Dan kini yang dominan di lantai bursa adalah para spekulator ini. Tidak heran jika kemudian peningkatan indeks bursa tidak memiliki korelasi dengan peningkatan kinerja perekonomian.
Bagaimana bisa ketika bursa runtuh perekonomian menjadi ikut terpuruk? Sederhananya, karena para spekulator di lantai bursa ternyata membawa dana-dana lembaga-lembaga bisnis sektor riil. Ketika terjadi kemacetan di bursa berarti akan terjadi masalah likuiditas di lembaga-lembaga bisnis tersebut. Pada sisi lain, sebenarnya peningkatan volume bursa, dimana aktivitas yang dominan adalah spekulasi, pada hakikatnya akan menghambat percepatan volume sektor riil, mengingat uang beredar yang sepatutnya memproduksi barang dan jasa tertarik oleh gaya gravitasi pasar modal. wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar