Rabu, 09 Desember 2009

Nasionalisme dan Kebanggaan Bangsa


Kali ini saya ingin bicara tentang nasionalisme. Akhir-akhir ini beberapa peristiwa nasional telah dapat menjadi indikasi bahwa bangsa ini memiliki potensi besar untuk maju. Peristiwa heroik kebersamaan dan nasionalisme dari gerakan berbatik, gerakan simpati Bibit Chandra, gerakan anti korupsi sampai gerakan dukungan Prita Mulyasari, menunjukkan bahwa bangsa ini mampu bersatu merubah keadaan, memaksakan kebaikan dan kebenaran menjadi rasionalitas hukum positif-formal.

Peristiwa-peristiwa itu harus menjadi cermin semua warga bangsa, pada semua posisi mereka sebagai pemimpin, pejabat publik, profesional, tokoh atau sekedar rakyat jelata. Peristiwa itu menjadi inspirasi yang sangat genuine bahwa kebersamaan dan perjuangan bersama tidak akan sia-sia. Pelajaran lain adalah jangan coba-coba menzalimi atau menganiaya jika tidak ingin dizalimi dan dianiaya oleh kebenaran melalui gerakan rakyat menggunakan senjata mematikan saat ini, media informasi.

Sekali lagi kita jangan coba-coba menzalimi atau menganiaya, kalau tidak ingin istri malu keluar rumah, anak-anak malu bekerja atau sekolah, atau bahkan semua kenalan dan handai-taulan sebisa mungkin membantah mengenal kita. Mekanisme penghukuman sosial ini seakan-akan menjadi jawaban Tuhan bagi semua warga negara yang selama ini selalu tertindas oleh hukum yang dikendalikan oleh pejabat-pejabat yang laknat, orang-orang kaya yang durhaka atau siapa saja yang sudah mati hati dan rasa untuk melakukan apa saja demi kepuasan dirinya.

Tetapi ada 2 kekhawatiran yang muncul di fikiran saya; pertama, logika masyarakat yang menjadi landasan keputusan penghukuman sosial sangat dipengaruhi oleh pola berfikir mayoritas rakyat. Dengan begitu, keyakinan, latar belakang pengetahuan dan suasana hati menjadi faktor penentu pola fikir dan logika massa. Oleh sebab itu saya berdoa agar logika rakyat tidak pernah berbenturan dengan logika Tuhan. Semakin dekat mayoritas rakyat dengan kehendak Tuhan (beriman), maka semakin dekat kemauan masif atau penghukuman sosial dengan dengan kebaikan dan kebenaran.

Kedua, saya khawatir kecenderungan penghukuman sosial merubah mekanisme berbangsa, dimana keputusan-keputusan penting berbangsa dan bernegara tidak lagi dilakukan dan diputuskan oleh pemimpin, tetapi oleh mekanisme kampanye masif melalui media informasi, baik nyata maupun maya. Kan ga enak aja, sidang-sidang terhormat pengadilan harus digantikan oleh mimbar-mimbar cyber di facebook dan twitter. Ujung-ujungnya boleh jadi kita tidak perlu wakil rakyat sekaligus pemilunya, karena kepentingan kita sudah langsung kita tuangkan dalam forum-forum milis dan blog.

Uniknya kemungkinan-kemungkinan itu menjadi solusi paling memungkinkan bagi rakyat menuntut keadilan dan haknya, dimana selama ini kepentingan mereka hanya dijadikan alat tawar-menawar politik, hukum dan ekonomi oleh para tokoh, pengusaha, politisi dan pejabat negara. Hmmm cara yang aneh... cara aneh ini mungkin paling pas untuk negeri kita yang juga terkenal keanehannya di segala bidang.

Tidak ada komentar: